Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Tak Setuju Tanggapan Ombudsman, Pengamat Buka-Bukaan Alasan Harga BBM Tak Turun

Tak Setuju Tanggapan Ombudsman, Pengamat Buka-Bukaan Alasan Harga BBM Tak Turun Kredit Foto: Antara/Reno Esnir
Warta Ekonomi, Jakarta -

Ombudsman RI melalui anggota Laode Ida mengungkapkan, terdapat tiga alasan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) yang hingga saat ini tidak mengalami penurunan di saat harga minyak dunia alami penurunan serta adanya wabah Covid-19.

Ketiga alasan tersebut yakni pertama, harga pokok BBM yang dijual di Indonesia adalah harga sebelum turunnya harga BBM dunia. Kedua, harga BBM dunia terus berfluktuasi (naik-turun). Ketiga, jika harga BBM diturunkan dan terjadi kerugian besar di pihak Pertamina, akan terjadi pengurangan tenaga kerja atau Pemutusan Hubungan Kerja.

Baca Juga: Pengamat Bongkar Tipu Muslihat Pertamina Tak Turunkan Harga BBM, Parahnya Jokowi Tahu!

Adanya penjelasan dari Ombudsman ini langsung direspons oleh pengamat energi dari Center of Energy and Resources Indonesia (CERI), Yusri Usman. Dia menuturkan, tiga alasan utama Pertamina kepada Ombudsman sebagai penyebab harga BBM tidak turun adalah jauh dari kebenarannya, bahkan terkesan menyesatkan.

Menurut Yusri, tidak seharusnya Ombudsman ikut berkomentar seperti LSM atas dasar pemahaman sepihak saja, yakni hanya sepihak dari Pertamina saja, sehingga bisa menimbulkan pertanyaan Ombudsman ini mewakili kepentingan rakyat Indonesia atau kepentingan badan usaha Pertamina.

"Seharusnya, Ombudsman sesuai fungsinya bertindak dan bersikap mewakili kepentingan umum sebuah badan usaha, yaitu menelisik apakah telah terjadi mal administrasi dilakukan oleh Pertamina, Shell, Total, AKR, dan Vivo dalam menerapkan harga jual BBM umumnya itu telah melanggar peraturan perundang undang yang berlaku," jelas Yusri dalam keterangan yang diperoleh Warta Ekonomi, Kamis (28/5/2020).

Dirinya melanjutkan, dari ketiga alasan yang dikemukan Pertamina itu, yang benar hanyalah bila harga BBM diturunkan, Pertamina akan terancam kolaps. Namun, itu bisa terjadi lebih disebabkan karena proses bisnisnya dari hulu ke hilir yang telah dikelola selama ini tidak efisien, bukan karena harga minyak murah.

"Sebagai contoh, investasi Pertamina di hulu, seperti membeli PI (participacing interest) beberapa blok migas di luar negeri penuh dengan dugaan mark up, bahkan ada blok yang telah dibeli. Namun, belum setetes pun minyak pun bisa dinikmati Pertamina sampai saat ini. Padahal, sejak tahun 2016 hingga saat ini Pertamina telah mengeluarkan uang sekitar Euro 1 miliar untuk akuisisi dan capex serta opex," tambahnya.

Lanjutnya, selain itu, ternyata rerata biaya pokok produksi semua sumur minyak Pertamina berkisar sekitar US$26 per barel sehingga ketika harga minyak dunia sudah berada di bawah US$30 per barel, tentu akan mengancam kondisi keuangan Pertamina secara keseluruhan. Dengan begitu, kalau harga minyak murah itu berlangsung lama, Pertamina akan berpontensi kolaps adalah sebuah keniscayaan.

Hal tersebut diperparah oleh kinerja kilang Pertamina yang sudah tua dan efisien sehingga biaya pokok produksi BBM-nya menjadi mahal. Kemudian, ternyata sampai proses pembelian minyak mentah, BBM dan LPG oleh ISC Pertamina juga belum transparan. Akibatnya, masih terbuka lubang adanya praktik kongkalikong, pada dasarnya tak seindah yang diucapkan oleh Direksi dan Komisaris utamanya Ahok di media.

Karenany, makin sempurnalah harga dasar produk BBM Pertamina menjadi mahal. Hal itu telah disumbang oleh berbagai proses dari hulu sampai ke hilirnya yang tak efisien.

"Karena kita sebagai negara net importir, harusnya dengan harga minyak dunia murah merupakan berkah bagi rakyat Indonesia yang lagi kesulitan daya belinya akibat Covid-19, bukan malah jadi perdebatan kenapa harga BBM tidak turun-turun," tegas Yusri Usman.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Bambang Ismoyo
Editor: Puri Mei Setyaningrum

Bagikan Artikel: