Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Ahli Coba Beberkan Alasan Tingginya Tingkat Kematian Anak-Anak Akibat Covid-19 di Indonesia

Ahli Coba Beberkan Alasan Tingginya Tingkat Kematian Anak-Anak Akibat Covid-19 di Indonesia Kredit Foto: Unsplash/Luma Pimentel
Warta Ekonomi, Jakarta -

Seorang bayi laki-laki berusia sembilan bulan di Mataram, Nusa Tenggara Barat, yang sebelumnya dinyatakan positif tertular virus corona meninggal dunia Rabu pekan lalu (27/5/2020). Bayi yang terdaftar sebagai Pasien 554 Covid-19 di NTB tersebut sempat dirawat intensif dengan keluhan pneumonia atau kesulitan bernapas.

Gita Ariadi, Ketua Pelaksana Harian Gugus Tugas Provinsi NTB, mengaku belum mengetahui sumber penularan virus corona terhadap pasien itu. "Pasien tidak pernah melakukan perjalanan ke daerah terjangkit Covid-19," ungkap Gita dalam keterangan tertulis.

Baca Juga: Penambahan Kasus Positif Covid-19 di Jatim Menurun, Eh Jakarta...

Bayi tersebut juga diketahui tidak memiliki riwayat kontak dengan pasien positif Covid-19.

Sebulan sebelumnya, seorang anak berusia satu tahun dari Desa Gending, Probolinggo, Jawa Timur, juga meninggal dunia setelah dirawat selama dua hari di RS Umum Wonolangan. Balita ini masuk kategori pasien dalam pengawasan (PDP) karena mengalami sesak napas seperti yang dialami Pasien 554. Namun, ia belum sempat menjalani tes rapid Covid-19.

"Dia ada infeksi paru-paru dan pneumonia. Apakah infeksi paru-parunya karena virus atau lainnya masih belum jelas," kata Juru Bicara Pelaksana Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Kabupaten Probolinggo, dr Anang Budi Yoelijanto, seperti dikutip dari kantor berita Antara.

Sejak awal pandemi telah diterapkan aturan bahwa setiap orang yang masuk rumah sakit dengan gejala pneumonia atau radang paru otomatis statusnya akan menjadi PDP. Jumlah anak yang terdeteksi positif virus corona di Indonesia ternyata tidak sedikit. Di NTB, misalnya, ada 86 anak yang terpapar Covid-19 dan 127 anak lainnya di Surabaya.

Tidak benar anak tidak rentan Covid-19

Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) yang menelusuri dan menghitung secara mandiri data Covid-19 pada anak Indonesia mencatat ada setidaknya 3.324 anak yang berstatus pasien dalam pengawasan (PDP) sampai 18 Mei yang lalu. Dari jumlah itu, IDAI juga menemukan sebanyak 129 anak yang berstatus PDP meninggal dunia, sementara jumlah anak yang sudah terkonfirmasi positif Covid-19 berjumlah 584 anak. 14 anak diantaranya meninggal dunia dengan status positif virus corona.

Namun saat dihubungi ABC pada Selasa (2/6/2020), Ketua Umum IDAI, dr Aman B Pulungan, mengatakan bahwa jumlah kematian anak pasien Covid-19 di Indonesia per 1 Juni 2020 menurut catatan IDAI telah naik menjadi 26 orang. Angka kematian anak yang diduga terkait virus corona juga meningkat, setidaknya ada 160 anak yang dinyatakan meninggal dunia dengan status PDP.

"Temuan ini menunjukkan bahwa angka anak yang sakit dan kematian anak akibat Covid-19 di Indonesia tinggi dan membuktikan bahwa tidak benar kelompok usia anak tidak rentan terhadap Covid-19 atau hanya akan menderita sakit ringan saja."

"Tidak pernah ada dokter anak yang mengatakan anak tidak rentan atau Covid-19 tidak berakibat fatal pada anak. Jadi berarti, ada ignorance dan unawareness pada kesehatan anak Indonesia selama ini," ujar dr Aman B Pulungan kepada Hellena Souisa dari ABC News di Melbourne. "Mungkin selama ini yang dilihat adalah data di dunia yang sistem kesehatannya bagus."

Tidak hanya itu, IDAI juga mengatakan bahwa angka tersebut menunjukkan tingkat kematian anak akibat Covid-19 yang paling tinggi di antara negara-negara di Kawasan Asia Tenggara. Di Malaysia, Vietnam, dan di Singapura, misalnya, tercatat nol kasus anak yang meninggal dunia akibat Covid-19. Secara global, sejumlah penelitian ilmiah dan pemberitaan hanya mencatat dua orang anak di China dan empat orang anak di Amerika Serikat yang meninggal dunia akibat Covid-19.

Tiga dari empat anak yang meninggal di Amerika Serikat, selain terkonfirmasi positif Covid-19, juga mengalami sindrom inflamasi yang meskipun dipercaya berhubungan dengan virus corona, tapi belum bisa dijelaskan kaitannya secara lebih jelas oleh para dokter.

Walikota New York, Andrew Cuomo, mengatakan, pejabat kesehatan sedang meninjau 73 kasus serupa yang mengguncang asumsi sebelumnya jika sebagian besar anak-anak tidak rentan terhadap novel virus corona.

"Kami tidak begitu yakin lagi mengenai fakta itu. Balita, anak-anak sekolah dasar, menunjukkan gejala yang mirip dengan penyakit Kawasaki atau sindrom seperti syok yang beracun," kata Cuomo seperti yang dikutip World Economic Forum (12/5/2020).

Dalam konteks Indonesia, dr Aman menduga jumlah kasus Covid-19 pada anak jauh lebih tinggi dari catatan IDAI atau catatan pemerintah karena masih sedikit jumlah tes yang sudah dilakukan dan ketersediaan data yang terbatas. Dari data yang dimiliki IDAI, kasus terbanyak ditemukan di DKI Jakarta dan Nusa Tenggara Barat karena data dari Dinas Kesehatan Provinsi keduanya cenderung lebih tersedia dan lengkap dibanding daerah lain.

Baca Juga: Imigrasi Depak WN Turki dari Bali gegara Sembunyikan Buronan

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Puri Mei Setyaningrum

Bagikan Artikel: