Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Belum Lapang Dada Terima Kekalahan, Jokowi-Menkominfo Mau Banding

Belum Lapang Dada Terima Kekalahan, Jokowi-Menkominfo Mau Banding Kredit Foto: Antara/Sigid Kurniawan
Warta Ekonomi, Jakarta -

Tergugat pemblokiran internet di Papua dan Papua Barat, Presiden RI Jokowi dan Menkominfo RI membuka peluang untuk naik banding. Setelah pada tingkat pertama, Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta mengabulkan permohonan dari Aliansi Jurnalis Independen (AJI) dan Pembela Kebebasan Berekspresi Asia Tenggara (SAFEnet).

Menkominfo Johnny G Plate mengatakan, belum membaca amar putusan PTUN Jakarta tersebut. Meski demikian, keputusan hukum tetap harus dihargai. Tetapi langkah hukum lanjutan, juga sedang dipersiapkan.

"Kami menghargai keputusan pengadilan, tapi kami juga mencadangkan hak hukum sebagai tergugat. Kami akan berbicara dengan jaksa pengacara negara untuk menentukan langkah hukum selanjutnya," kata Plate, dalam pesan singkatnya, Rabu (3/6/2020).

Baca Juga: Kasus George Floyd Harus jadi Pelajaran buat Indonesia, Makanya Tapol Papua Segera Dibebaskan

Ia mengaku sedang mencari dokumennya. Namun, sampai saat ini, politikus Partai Nasdem itu mengaku belum mendapatkan informasi rapat-rapat di kementerian yang dipimpinnya itu terkait pemblokiran pada 2019 lalu. Tapi lanjut dia, bisa saja ada infrastruktur komunikasi yang rusak sehingga membuat adanya gangguan pada jaringan internet saat itu.

"Namun, bisa saja terjadi adanya perusakan terhadap infrastrukur telekomunikasi yang berdampak ganguan internet di walayah tersebut," katanya.

Keputusan yang dilakukan pemerintah saat terjadinya pemblokiran, adalah dampak dari kerusuhan yang meluas di Papua dan Papua Barat pada Agustus-September 2019 lalu. Ia mengatakan, keputusan yang diambil oleh Presiden Jokowi adalah dalam rangka kepentingan bangsa dan negara. Termasuk untuk kepentingan masyarakat Papua sendiri.

"Syukur jika kebijakan tersebut dapat bermanfaat juga bagi bangsa lain. Namun, bukan untuk kepentingan segelintir orang atau kelompok yang belum tentu sejalan dengan kepentingan bangsa dan negara kita," katanya.

Di antara alasan pemerintah memblokir saat itu, adalah masifnya penyebaran informasi yang menurut pemerintah sebagai kabar bohong dan provokatif. Sehingga pemblokiran dilakukan agar masyarakat tidak terpancing dengan kabar-kabar yang tidak benar.

"Kami tentu sangat berharap bahwa selanjutnya kebebasan menyampaikan pendapat dan ekspresi demokrasi melalui ruang siber dapat dilakukan dengan cara yang cerdas, lebih bertanggung jawab dan digunakan untuk hal yang bermanfaat bagi bangsa kita," jelasnya.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Rosmayanti

Bagikan Artikel: