Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Jika Trump Terpilih Lagi Jadi Presiden, Kesepakatan Nuklir Iran dalam Bahaya karena...

Jika Trump Terpilih Lagi Jadi Presiden, Kesepakatan Nuklir Iran dalam Bahaya karena... Kredit Foto: Sindonews
Warta Ekonomi, Washington -

Masa kepemimpinan Donald Trump sebagai Presiden Amerika Serikat (AS), akan segera berakhir. Akan tetapi, Trump akan kembali mencalonkan diri dalam Pemilu Presiden AS pada 3 November 2020 mendatang.

Pada pemilu nanti, Trump akan bersaing dengan mantan Wakil Presiden AS dari Partai Demokrat, Joe Biden. Meski Biden dianggap akan menjadi pesaing kuat, Trump tetap punya kemungkinan terpilih lagi untuk kembali menduduki kursi Presiden AS.

Baca Juga: Otoritas Obat AS Cabut Izin Penggunaan Hidroksiklorokuin buat Obati Pasien Covid-19, Trump Kecele?

Terpilihnya kembali Trump sebagai Presiden AS disebut bakal menimbulkan dampak serius, bagi negara-negara musuh AS. Iran salah satunya. Badan Tenaga Atom Internasional (IAEA) memprediksi jika Trump terpilih lagi menjadi Presiden AS, maka ketegangan dengan Iran akan tetap memanas.

Hal ini diungkap seorang pengamat Iran di Institut Studi Keamanan Nasional (INSS), Dr. Raz Zimmt. Dalam pandangannya, Zimmt yakin Iran takkan melakukan aksi yang berpengaruh signifikan terkait program nuklirnya.

Di sisi lain, Zimmt menyebut bahwa Iran harus mempertimbangkan kembali kelanjutan program nuklirnya andai Trump terpilih kembali. Akan tetapi, jika Biden yang akan menjadi pemimpin baru Negeri Paman Sam, maka Iran kemungkinan mau kembali dalam perjanjian nuklir Rencana Aksi Kompeherensif Bersama (JCPOA).

"Sampai November kita tidak akan melihat tindakan signifikan Iran. Jika Trump terpilih kembali, maka Iran harus mempertimbangkan kembali program nuklirnya," kata Zimmt, dikutip VIVA Militer dari The Media Line.

"Jika Biden menang, ada kemungkinan bahwa AS dan Iran akan kembali ke JCPOA," ucapnya.

Zimmt yakin, Iran sangat memperhitungkan hasil Pemilu Presiden AS. Iran dinilai takkan gegabah melakukan tindakan, yang justru bisa digunakan AS atau Israel untuk melancarkan serangan yang membahayakan.

"Saya pikir saat ini Iran tidak berniat mengubah kebijakannya terhadap IAEA. Karena, hal terpenting bagi Iran adalah menunggu dan melihat apa yang akan terjadi pada bulan November," kata Zimmt melanjutkan.

"Di satu sisi, (Iran) tidak ingin mengambil tindakan dramatis yang bisa digunakan sebagai alasan, baik oleh Israel atau AS untuk mempertimbangkan tindakan militer terhadapnya," ucapnya.

Seperti yang diketahui, Iran dan AS tadinya sama-sama terikat dalam perjanjian nuklir JCPOA. Akan tetapi, saat Trump terpilih menjadi Presiden AS ke-45 menggantikan Barrack Obama, politisi Partai Republik ini justru menarik diri dari perjanjian itu. 

Iran menganggap, penarikan diri sengaja dilakukan oleh AS untuk memperpanjang masa sanksi embargo ekonomi negaranya. Pasca penarikan diri AS dari JCPOA, hubungan kedua negara pun kembali memanas.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Muhammad Syahrianto

Bagikan Artikel: