Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

RUU HIP Perlu Dibatalkan, Ini Alasannya

RUU HIP Perlu Dibatalkan, Ini Alasannya Kredit Foto: Sufri Yuliardi
Warta Ekonomi, Jakarta -

Pemerintah telah memutuskan menunda pembahasan Rancangan Undang-Undang Haluan Ideologi Pancasila (RUU HIP). Kini "bola" ada di tangan DPR sebagai pihak pengusul untuk memutuskan apakah RUU dihentikan atau diteruskan.

Direktur Eksekutif Lingkar Madani untuk Indonesia (LIMA), Ray Rangkuti, menyatakan bahwa setidaknya ada tiga alasan kenapa RUU HIP menuai polemik di masyarakat. Pertama, kurangnya sosialisasi kepada masyarakat. Dari berbagai pernyataan publik yang umumnya tak menyangka poin-poin penting dalam RUU ini menyiratkan kurangnya sosialisasi dimaksud.

Baca Juga: MS Kaban Sindir Keras RUU HIP: Untung Kapolri Baik Hati Jadi...

"Sejatinya, poin-poin yang mendapat reaksi keras masyarakat akan di-drop sebelum masuk ke rapat Bamus (Badan Musyawarah) sehingga tidak perlu menimbulkan kontroversi seperti saat ini," kata Ray, Selasa (23/6/2020).

Kedua, menurut Ray, momentum pembahasannya kurang tepat. Saat ini masyarakat sedang fokus menghadapi wabah Covid-19. Di tengah situasi seperti ini, publik malah dikejutkan dengan rencana pembahasan RUU HIP yang kurang bersentuhan langsung dengan apa yang dihadapi masyarakat.

Di sisi lain, usulan RUU HIP tidak memiliki urgensi dengan situasi Covid-19, tapi justru memiliki implikasi cukup besar bagi masyarakat. Terlebih sebelumnya muncul dua RUU yakni RUU Cipta Kerja dan Minerba. Dua RUU yang mendapat perhatian cukup besar dari masyarakat, tapi dibahas di tengah situasi di mana masyarakat tak dapat berpartisipasi penuh. "Belajar dari kecolongan dua inilah, maka reaksi publik jadi sangat kuat dan keras," ujarnya.

Ketiga, lanjut dia, kurang jelas siapa yang sebenarnya menyusun draf RUU ini. Apakah semata DPR atau hal ini hasil dari berbagai pemikiran yang berkembang di tengah masyarakat lalu dihimpun oleh DPR. Lagi-lagi, jika dilihat berbagai reaksi ormas, tampaknya mereka belum sepenuhnya memberi masukan terhadap draf ini.

Sementara, untuk tema seperti ini, memang sebaiknya harus melibatkan pandangan dari masyarakat secara luas. Jika dominasi pembuatan draf ini lebih kuat pada partai, reaksi negatif publik tak dapat dihindari. Lebih-lebih dalam situasi sekarang masyarakat apatis terhadap partai. Jadi, rencana pembahasan RUU ini seperti dipaksakan dalam situasi di mana konsentrasi masyarakat terpecah.

"Untuk solusinya, baiknya (RUU HIP) dibatalkan. Jika tetap ada keinginan membuat UU HIP, baiknya hal itu dimulai dari awal, yakni melibatkan partisipasi masyarakat yang luas. Jika perlu negara membentuk tim penyusun RUU HIP secara independen," kata mantan aktivis 98 asal UIN Jakarta ini.

"Biarkan mereka yang mengerjakannya hingga dapat dikumpulkan naskah yang solid untuk ditetapkan sebagai UU HIP. Dengan begitu, tak perlu ada partai yang merasa ditinggalkan atau sebaliknya ingkar dari komitmen awal," katanya.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Puri Mei Setyaningrum

Bagikan Artikel: