Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Penghapusan Non Tariff Measures Bantu Kurangi Angka Kemiskinan

Penghapusan Non Tariff Measures Bantu Kurangi Angka Kemiskinan Kredit Foto: Antara/Yulius Satria Wijaya
Warta Ekonomi, Jakarta -

Implementasi non tariff measures (NTM) atau hambatan nontarif dalam perdagangan merupakan hal yang wajar. Namun, kalau NTM diimplementasikan secara berlebihan, terutama pada sektor-sektor yang memengaruhi kesejahteraan orang banyak seperti pangan, hal ini dapat berdampak negatif. Salah satunya adalah pada angka kemiskinan.

Kepala Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS), Felippa Amanta, mengatakan bahwa implementasi berbagai bentuk NTM sudah terbukti memengaruhi harga komoditas pangan, terutama komoditas yang tergolong penting. Hasil penelitian terbaru CIPS menunjukkan, implementasi NTM memengaruhi harga komoditas pangan yang memiliki relevansi tinggi terhadap masyarakat Indonesia, yaitu beras dan daging.

Baca Juga: Ekonom: Investasi Dipermudah, Lapangan Kerja Terbuka Lebar

"Akibat berbagai bentuk hambatan nontarif yang diterapkan pada komoditas-komoditas tersebut, harga domestik secara konsisten selalu lebih tinggi daripada harga internasional. Tentu hal ini sangat merugikan rakyat sebagai konsumen karena seharusnya mereka bisa mengakses komoditas tersebut dengan harga yang lebih terjangkau. Tingginya harga memengaruhi besarnya pengeluaran," tandasnya di Jakarta, Kamis (2/7/2020).

Menurutnya, harga makanan dan kemiskinan memiliki keterkaitan karena pengeluaran terbesar rumah tangga adalah untuk makanan. Bank Dunia menyebut, rata-rata orang Indonesia menghabiskan 48,55% dari pengeluaran mereka untuk makanan dan minuman. Bank Dunia juga menyebut mereka yang menghabiskan di bawah US$2,97 per kapita per hari membelanjakan 56,21% penghasilannya untuk makanan.

Felippa melanjutkan, kondisi ini membuat orang Indonesia, terutama yang berpenghasilan rendah, sangat rentan terhadap fluktuasi harga pangan. "Pada rumah tangga hampir miskin, hal ini bahkan bisa mendorong mereka ke kemiskinan. Ketika harga naik, orang-orang yang sudah di ambang kemiskinan dihadapkan pada pilihan untuk menjadi miskin atau kelaparan," tambahnya.

Untuk itu, penghapusan NTM perlu dilakukan untuk memberikan akses dan keterjangkauan pangan kepada rakyat Indonesia, terutama mereka yang miskin. Analisis CIPS memperkirakan bahwa penghapusan NTM pada beras akan memiliki efek terbesar pada kemiskinan, yaitu sebesar 2,52%.

Sementara itu, karena daging bukan merupakan pilihan utama mayoritas rakyat Indonesia, penghapusan NTM diperkirakan mengurangi kemiskinan hanya sekitar 0,21%. Penghapusan NTM untuk beras dan daging akan berdampak sebesar 2,83%.

Ini berarti penghematan dari beras dan daging yang lebih murah akan membantu 7,57 juta orang Indonesia keluar dari kemiskinan. Estimasi ini hasil penelitian Felippa Amanta dan Associate Researcher Center for Indonesian Policy Studies, Iqbal D. Wibisono.

CIPS merekomendasikan kajian menyeluruh terhadap semua NTM lintas kementerian dan lembaga di sektor pangan dan pertanian. Kajian ini dapat menjadi acuan untuk melangsingkan regulasi sehingga tidak ada NTM yang tumpang tindih berlebihan.

"Dengan mengurangi hambatan perdagangan NTM, masyarakat bisa menikmati pangan berkualitas dan beragam dengan lebih murah," ucap Felippa.

Antara tahun 2015 dan 2018, jumlah kebijakan NTM di Indonesia meningkat hampir 14% dari 169 di 2015 menjadi 192 di 2018. Berbagai kebijakan NTM ini berasal dari 13 lembaga pemerintah berbeda. Kementerian Perdagangan merupakan kontributor terbesar dalam terbitnya berbagai kebijakan NTM (28,6%), diikuti oleh Kementerian Perindustrian (27,4%) dan Kementerian Pertanian (19,9%). Kementerian Pertanian bahkan menambahkan kebijakan NTM sebesar 47% antara 2015 dan 2018 dari 132 menjadi 194.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Fajar Sulaiman
Editor: Puri Mei Setyaningrum

Bagikan Artikel: