Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Biaya Rapid Test dan PCR Mahal, Deddy Sitorus: BUMN Harus Sinergi

Biaya Rapid Test dan PCR Mahal, Deddy Sitorus: BUMN Harus Sinergi Kredit Foto: Sufri Yuliardi
Warta Ekonomi, Jakarta -

Pemerintah dan BUMN diminta bersinergi untuk mencari terobosan dalam pengadaan Rapid Test dan PCR yang mudah diakses dan terjangkau harganya bagi masyarakat. Hal itu disampaikan, Deddy Yevri Sitorus, Anggota Komisi VI DPR RI melalui pernyataan tertulis kepada media, Kamis (9/7/2020).

Menurut Deddy, biaya pemeriksaan kesehatan terkait Covid-19 masih tergolong sangat mahal dan sangat memberatkan masyarakat.

Baca Juga: Resmi, Kemenkes Tetapkan Biaya Rapid Test Tertinggi Rp150 Ribu

“Saat pandemi dan kondisi ekonomi seperti saat ini, tambahan biaya pemeriksaan Rapid dan PCR Test sungguh sangat tidak masuk akal. Kita butuh ekonomi bergerak, tetapi malah harus mengeluarkan uang ekstra untuk pemeriksaan kesehatan, belum lagi bila mobilitas itu tidak terkait ekonomi seperti untuk sekolah, kuliah atau kebutuhan lainnya, ini sangat membebani rakyat,” ujar Deddy.

Deddy menilai belum ada sinergi dan kolaborasi yang efektif antara pemerintah melalui Kementrian Kesehatan, Lembaga Penelitian dan BUMN dalam mengoptimalkan dan melakukan akselerasi untuk menjamin ketersediaan Rapid Test dan PCR yang mudah diakses dan terjangkau harganya.

“Semua terkesan jalan sendiri-sendiri, tidak terlihat kolaborasi dan pembagian tugas yang efektif. Padahal, kita punya penduduk yang besar dan artinya kebutuhan besar sehingga biaya yang dikeluarkan untuk kedua test itu juga besar,” ungkap politikus PDI Perjuangan tersebut.

“Saya heran, kenapa sampai saat ini kita belum mampu memproduksi alat Rapit Test secara massal dalam jumlah besar dan menyediakan kebutuhan alat Test PCR untuk kebutuhan semua rumah sakit, atau setidaknya rumah sakit rujukan di seluruh Indonesia,” kata legislator dari Kalimantan Utara tersebut.

“Kalau masalahnya ketidakmampuan teknologi, harusnya BUMN bisa ditugaskan menjalin kerja sama dengan pihak swasta dan asing untuk membangun industri terkait Covid ini. Masa sih tidak ada asing yang mau bekerja sama membangun pabrik di Indonesia untuk kebutuhan kita, kebutuhan kita besar,” ujar Deddy.

“Apakah prinsipal asing tidak mau investasi disini atau orang kita yang lebih suka impor untuk mendapatkan keuntungan secara maksimal? Bagi saya aneh saja kalau hingga saat ini untuk produksi masker, rapid test dan PCR kita masih terus bergantung impor yang menggerus cadangan devisa,” lanjutnya. 

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Ferry Hidayat
Editor: Ferry Hidayat

Bagikan Artikel: