Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Singapura Gelar Pemilihan Umum dengan Protokol Kesehatan

Singapura Gelar Pemilihan Umum dengan Protokol Kesehatan Kredit Foto: Reuters/Edgar Su
Warta Ekonomi, Singapura -

Singapura menggelar pemilihan umum hari ini dan menjadi pemilu ke-13 sejak kemerdekaan 1965. Memilih adalah wajib bagi warga negara Singapura berusia minimum 21 tahun, per 1 Maret 2020.

Pemilu Singapura digelar satu tahun lebih awal sebelum berakhirnya masa jabatan pemerintahan saat ini. Pada 23 Juni lalu, Perdana Menteri Lee Hsien Loong mengatakan bahwa ia telah meminta Presiden Halimah Yacob untuk membubarkan parlemen dan menggelar pemilu.

Baca Juga: Singapura Pastikan Gak Ada Duel Saudara dalam Pemilu 2020

Menurut PM Lee, pemilu awal saat situasi stabil memungkinkan mandat segar bagi pemerintahan baru. Selain itu, keputusan ini diambil saat Singapura telah melonggarkan beberapa pembatasan di tengah pandemi COVID-19.

Pemilu kali ini akan menentukan susunan parlemen baru Singapura. Saat ini, ada 192 calon anggota legislatif dari 11 partai politik yang ikut, sehingga menjadi pemilu dengan jumlah kandidat terbanyak dalam sejarah Singapura. Partai berkuasa, yakni Partai Tindakan Rakyat, menghadapi penantang dari oposisi yaitu Partai Kemajuan Singapura.

Duta Besar RI untuk Singapura, Ngurah Swajaya, menyebut pelaksanaan pemilu di tengah pandemi memang berbeda dibanding pemilu sebelumnya. Kali ini otoritas Singapura membuka lebih banyak tempat pemungutan suara, untuk menghindari penumpukan warga yang hendak mencoblos.

"Jadi warga datang sesuai jadwal yang sudah ditentukan. Selama pandemi, kampanye juga tidak dilakukan pertemuan massal dan kalau berkunjung ke rumah-rumah warga tidak boleh lebih dari lima orang. Kampanye dilakukan dengan sarana media elektronik maupun media sosial. Physical distancing dan penggunaan masker juga wajib dilakukan," kata Ngurah, Jumat (10/7/2020).

Ngurah mengatakan, di Singapura, setiap warga wajib mengikuti pemilu. Jika tak bisa hadir, warga harus memberikan alasan jelas dan membayar denda. Meski proses pencoblosan memakan waktu lebih lama karena adanya protokol kesehatan, warga mengikuti aturan sesuai anjuran pemerintah.

"Sebenarnya paling lambat pemilu harusnya April 2021. Ketika dipertimbangkan situasi pandemi, mereka tidak yakin apakah pandemi akan segera berakhir awal tahun depan, sehingga mereka merasa bisa melakukan pemilu tahun ini. Tentu pascapandemi, masalah yang dihadapi adalah masalah ekonomi, jadi sesegera mungkin pemilu dan bentuk pemerintahan untuk menghadapi masalah pascapandemi," ungkap Ngurah. 

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Muhammad Syahrianto

Tag Terkait:

Bagikan Artikel: