Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

'Salah Kaprah' Jokowi Tugaskan Prabowo, Pengamat Sebut...

'Salah Kaprah' Jokowi Tugaskan Prabowo, Pengamat Sebut... Kredit Foto: Antara/Hafidz Mubarak A
Warta Ekonomi, Jakarta -

Pengamat Militer Institute for Scurity and Strategic Studies (ISESS), Khairul Fahmi, mengaku heran dengan kebijakan Presiden Jokowi yang memberikan kepercayaan kepada Menteri Pertahahan Prabowo Subianto untuk mengurusi cadangan pangan. Menurutnya, langkah Jokowi bentuk 'salah kaprah' yang dibiarkan terus-menerus.

"Pemahaman bahwa keseluruhan urusan ketahanan nasional adalah ranah pertahanan. Padahal, Kemenhan dan TNI hanyalah salah satu kontributor ketahanan nasional dari sisi pertahanan negara," ujar Fahmi saat dihubungi, Senin (13/7/2020).

Baca Juga: Diperintah Jokowi, MUI: Prabowo Lebih Kompeten Jadi Presiden

Dia menegaskan, soal kontribusi ketahanan pangan terhadap ketahanan nasional menjadi domain Kementerian Pertanian, Perindustrian, Perdagangan, PU Perumahan Rakyat, BKP, Bulog, dan tentu institusi penegak hukum sebagai instrumen pengawasan.

"Lalu peran Kemenhan dan TNI? Diminta atau tidak, jika urusan ketahanan pangan ini jadi berpotensi mengancam pertahanan negara, ya pasti akan hadir," tutur Fahmi.

Maka itu, Fahmi menyarankan agar Kementerian Pertahanan dan TNI harus mengkaji dengan cermat dan hati-hati keterlibatannya pada kegiatan-kegiatan yang tidak secara langsung berkaitan dengan tupoksinya, atau dalam melaksanakan Operasi Militer Selain Perang (OMSP) seperti dalam urusan ketahanan pangan ini.

Ia menyebut, tugas baru yang diberikan ke Menhan ini berpotensi mengulang masa Orde Baru (Orba), di mana kita mengklaim berhasil membangun ketahanan dan swasembada, tapi dengan tekanan luar biasa pada petani untuk tanam padi, dengan tentara ikut turun ke sawah.

"Lagi pula, multifungsi ini patut dipertanyakan, terutama terkait dengan pendekatan Minimum Essential Forces (MEF) dalam pengembangan kekuatan dan kemampuan TNI," ujarnya.

Lebih lanjut Fahmi menjelaskan, MEF mencakup tiga hal utama, yaitu organisasi, personel, dan materiil (alat utama, sarana, dan prasarana). Dari sisi personel, jelas, bahwa jumlah prajurit Indonesia masih jauh dari rasio perbandingan ideal dengan jumlah penduduk dan luas wilayah. Artinya, jika untuk fokus saja pada tugas pokoknya, TNI masih belum ideal, lalu mengapa 'cawe-cawe' ke urusan pemerintahan yang lain.

"Jika untuk menjaga batas wilayah dan kedaulatan kita saja, jumlah personel masih belum ideal, mengapa memaksakan diri terlibat? Apa motifnya? Kesejahteraan? Politik? Kalau iya, tentu saja itu menyimpang dari mandat reformasi," katanya.

Fahmi pun berharap, jangan sampai kebutuhan kemampuan TNI dalam tugas-tugas nonmiliter menjadi modus baru untuk melakukan hegemoni kekuasaan. "Dalam hal ini bukan hanya Kemenhan dan TNI, bahkan Polri pun perlu diingatkan," katanya.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Puri Mei Setyaningrum

Bagikan Artikel: