Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Biodiesel Oke, Next Bensin Sawit?

Biodiesel Oke, Next Bensin Sawit? Kredit Foto: Sufri Yuliardi
Warta Ekonomi, Jakarta -

Setelah sukses dengan B20 dan B30 yang on the way, kelapa sawit kembali menunjukkan "taringnya" sebagai sumber energi terbarukan dalam bentuk bensin/gasoline. Sebagai salah satu jenis BBM (Bahan Bakar Minyak) yang mendukung mobilitas masyarakat Indonesia, konsumsi bensin Indonesia pada tahun 2018 tercatat sebanyak 34,15 juta kiloliter.

Kementerian ESDM memperkirakan, konsumsi bensin Indonesia pada 2020 mencapai 40 juta kiloliter dan pada 2025 mencapai 43,15 juta kiloliter. Namun masalahnya, jika konsumsi bahan bakar fosil meningkat, berarti volume impor terhadap bahan bakar tersebut juga akan meningkat. Akibatnya, neraca perdagangan Indonesia akan makin terkuras dan kontribusi emisi karbon CO2 akibat penggunaan bahan bakar fosil juga akan meningkat.

Baca Juga: Gapki: BPDP KS Sangat Mendukung Kampanye Positif Sawit

Berbekal kondisi tersebut, pengembangan bahan bakar nabati sebagai sumber energi alternatif yang ramah lingkungan dan menghemat devisa negara perlu digalakkan. Jika biodiesel dari minyak sawit dapat menjadi substitusi diesel fosil, bioethanol dari kelapa sawit dapat menjadi substitusi bensin/gasoline.

Mengutip data PASPI, bioethanol merupakan etanol (etil alkohol) yang proses produksinya menggunakan bahan baku alami dan proses biologi yakni melalui proses fermentasi dengan bantuan mikroorganisme. Sejak tahun 2006, Indonesia sudah mengembangkan bioethanol yang berasal dari tebu, jagung, dan singkong. Seiring berjalannya waktu, biomassa sawit seperti batang dan tandan kosong kelapa sawit (TKKS) juga berpotensi untuk dapat dijadikan sebagai sumber bahan baku bioethanol.

Batang sawit memiliki kandungan selulosa yang cukup tinggi yakni mencapai 86,03 persen, sedangkan TKKS mengandung selulosa sebanyak 41,3–41,6 persen, 25,3–33,8 persen hemiselulosa, dan lignin 27,6–32,5 persen. Kandungan selulosa inilah yang nantinya akan direduksi melalui proses kimiawi untuk difermentasikan menjadi bioethanol.

Hasil penelitian Badger (2002), jika PKS (pabrik kelapa sawit) dengan kapasitas produksi 60 ton TBS (tandan buah segar) per jam dengan total jam operasi 20 jam per hari, 300 hari per tahun menghasilkan TKKS sekitar 300 ton per hari atau sekitar 90.000 ton per tahun, potensi etanol yang dihasilkan yakni 45.300 liter per hari atau sekitar 13,95 juta liter per tahun. Selain selulosa, potensi etanol yang dapat dihasilkan dari hemiselulosa TKKS di Indonesia adalah 844,6 juta liter per tahun atau 2,82 juta liter per hari, sedangkan potensi yang sama dari PKS berkapasitas 60 ton TBS per jam adalah 3,2 juta liter per tahun atau 0,01 juta liter per hari. 

Tidakkah sangat dahsyat potensi bioethanol kelapa sawit tersebut? Jika konsumsi bensin Indonesia pada 2025 diperkirakan sebanyak 43,15 juta kiloliter, dengan potensi bioethanol yang ada, bukankah Indonesia dapat terlepas dari ketergantungan bensin/gasoline fosil?

Baca Juga: Pujian untuk Ambisi Berkelanjutan, Warta Ekonomi Gelar Indonesia Most Visionary Companies Awards 2024

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Ellisa Agri Elfadina
Editor: Puri Mei Setyaningrum

Bagikan Artikel: