Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Apakah Perubahan Hagia Sophia Mewakili Muslim Dunia?

Apakah Perubahan Hagia Sophia Mewakili Muslim Dunia? Kredit Foto: REUTERS/Murad Sezer
Warta Ekonomi, Jakarta -

Dewan Negara, pengadilan administratif tertinggi Turki, pada 2 Juli membatalkan keputusan 1934 dan memerintahkan Hagia Sophia, situs Warisan Dunia UNESCO, akan dibuka kembali sebagai tempat beribadah Muslim. 

Dewan Negara memutuskan Hagia Sophia menjadi masjid dari museum dengan suara bulat. Proses suara bulan ini merupakan manipulasi emosi yang mencolok.

Baca Juga: Hagia Sophia Jadi Masjid, Paus Fransiskus Sedih?

Maksud sebenarnya dari langkah Recep Tayyip Erdogan ini adalah untuk memenangkan satu kelompok Muslim namun menyembunyikan kenyataan yang jauh dari semangat Islam.

Fakta-fakta sejarah jika terungkap akan menjadi bumerang. Pemerintah Edogan adalah contoh nyata dari pemerintahan yang mendistorsi sejarah untuk melayani kepentingan politiknya.

Mengenai Hagia Sophia menjadi masjid, ada dua pertanyaan historis yang penting --jawaban yang mengungkapkan apa yang sebenarnya dilakukan pemerintah Turki.

Pertama, sejak zaman Nabi Muhammad SAW, di bawah Khalifah yang bijaksana, dan setelah Bani Umayyah dan Abbasiyyah, umat Islam tidak pernah melanggar kesucian tempat-tempat ibadah para Ahli Kitab (Kristen dan Yahudi) di negara-negara yang mereka taklukkan.

Kedua, apa dasar menyerukan panggilan sholat setelah penaklukan Konstantinopel selama masa Mehmed II dan konversi Hagia Sophia menjadi masjid?

Selama masa Nabi Muhammad, Mohammed bin Saad (yang meninggal pada 230 H/845 M), dalam bukunya "Al-Tabaqat Al-Kabir", menyebutkan Nabi menulis kepada Uskup Bani Harith bin Kaab dan para uskup Najran, pendeta, biksu, dan pengikut mereka bahwa mereka “menyimpan semua milik yang ada di tangan mereka baik sedikit atau banyak, termasuk harta milik mereka, doa. Semuanya di bawah perlindungan Allah SWT dan Nabi-Nya. Tidak ada uskup yang harus disingkirkan dari jabatannya atau biksu dari biaranya atau pendeta dari gerejanya” [diulas oleh Ali Mohammed (Kairo: Al-Khanji Boosktore, 2001)].

Apa yang ditulis oleh Nabi menjadi sebuah tradisi dan hukum yang harus dipatuhi semua umat Islam. Pesan Nabi Muhammad ini bermakna untuk hidup bersama orang lain sambil menghormati ritual keagamaan mereka, tempat-tempat ibadah mereka, dan keyakinan keagamaan mereka.

Halaman:

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Muhammad Syahrianto

Bagikan Artikel: