Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Soal Sawit, Wamendag Bertekad Intensifkan Diplomasi dan Kampanye

Soal Sawit, Wamendag Bertekad Intensifkan Diplomasi dan Kampanye Kredit Foto: Antara/Yulius Satria Wijaya
Warta Ekonomi, Jakarta -

Minyak kelapa sawit (CPO) dan turunnya masih didiskriminasi dan dianggap negatif di pasar internasional. Oleh sebab itu, pemerintah mendorong semua pihak, termasuk pengusaha, ikut mendorong kampanye positif soal CPO.

Wakil Menteri Perdagangan Jerry Sambuaga mengatakan, pemerintah tidak tinggal diam dengan diskriminasi dan kampanye negatif sawit. Selama ini, CPO merupakan komoditas ekspor andalan Indonesia.

Baca Juga: Harga CPO: Di Era New Normal, Makin Potensial

"Sawit merupakan salah satu penopang ekspor Indonesia. Oleh karena itu, bagaimana pun harus diperjuangkan. Kita ingin sawit memberikan dampak positif yang luas bagi kesejahteraan seluruh masyarakat; bukan hanya pengusaha, melainkan juga petani sawit, buruh di industri sawit, dan seluruh masyarakat pada umumnya," katanya melalui keterangan tertulis, Senin (27/7/2020).

Jerry menggandeng pelaku usaha bersinergi untuk lebih menggalakkan diplomasi dan kampanye sawit di luar negeri. Dari sisi diplomasi, kata Jerry, perjanjian perdagangan yang didorong pemerintah bisa meningkatkan daya saing produk sawit. Dengan perjanjian seperti FTA dan CEPA, tarif masuk produk Indonesia bisa ditekan hingga 0 persen sehingga bisa menekan harga.

"Perjanjian perdagangan itu kunci karena dari situ kita mendapatkan preferensi tarif hingga 0 persen. Itu sangat menguntungkan sekali karena menghasilkan harga yang kompetitif," ucapnya.

Namun, menurut Jerry, perjanjian perdagangan saja tak cukup. Dia menyadari ada isu sensitif soal sawit yang dapat mengganggu proses perundingan perdagangan. CPO sering dituding sebagai tanaman yang tidak ramah lingkungan di samping tuduhan-tuduhan lainnya.

Jerry percaya semua negara sudah tahu bahwa sawit relatif lebih ramah lingkungan dan efisien dibandingkan produk kompetitor. Apalagi, Indonesia juga makin aktif menegakkan aturan-aturan sosial dan ekologis dalam perkebunan dan industri kelapa sawit. Semua negara harus melihat permasalahan ini dengan lebih objektif.

"Kita menyadari bahwa ini bukan semata-mata berkaitan dengan isu negatif itu sendiri, melainkan berkaitan dengan kepentingan yang ada di baliknya. Minyak-minyak nabati lain belum ada yang seefisien kelapa sawit dan karenanya pasti akan ada yang akan kalah jika bersaing secara bebas. Itulah sebabnya banyak instrumen dipakai untuk membuat kelapa sawit terhambat di perdagangan internasional," tuturnya.

Oleh karena itu, dia mengajak semua pihak bersinergi untuk memberikan wacana-wacana positif tentang sawit. Dia yakin pemerintah saja tidak akan bisa menangani isu tersebut sendirian. Pengusaha dan organisasi nonpemerintah sangat dibutuhkan dalam hal ini. Jerry ingin peran mereka diwadahi gerakan bersama yang sinergis dan koordinatif.

Pemerintah, kata Jerry, terus berjuang di forum internasional untuk melawan diskriminasi sawit. Gugatan Indonesia kepada Uni Eropa di WTO masih berlanjut. Saat ini, ekspor biodesel ke Benua Biru dikenakan bea masuk dengan tarif 8-18 persen.

"Indonesia menuntut prinsip kesetaraan dan keadilan dalam perdagangan dunia," ucapnya.

Baca Juga: Imigrasi Depak WN Turki dari Bali gegara Sembunyikan Buronan

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Agus Aryanto
Editor: Puri Mei Setyaningrum

Bagikan Artikel: