Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Normal Baru, Indonesia Optimis Pertumbuhan Ekonomi Positif

Normal Baru, Indonesia Optimis Pertumbuhan Ekonomi Positif Kredit Foto: Antara/Sigid Kurniawan
Warta Ekonomi, Jakarta -

Pandemi Covid-19 belum menunjukkan tanda-tanda akan berakhir. Jumlah kasus positif hingga Juli 2020 terus meningkat setiap hari. Meski demikian, pemerintah memutuskan untuk menjalankan kebijakan adaptasi kebiasan baru atau era new normal demi pemulihan ekonomi nasional.

Seiring dengan diputuskan menyambut era new normal, Kementerian Keuangan menambah anggaran penanganan Covid-19 dari Rp677,2 triliun menjadi Rp695,2 triliun. Besarnya anggaran tersebut diharapkan dapat membantu menggerakkan perekonomian, terutama saat fase new normal tengah berlangsung. Hal tersebut disampaikan oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dalam Peluncuran Laporan Indonesia Economic Quarterly (IEQ) Juni 2020.

Baca Juga: Sebut Ekonomi RI Lewati Titik Terendah, Airlangga Ngelantur?

Penambahan anggaran penanganan Covid-19 tersebut terdiri dari biaya kesehatan Rp87,55 triliun, perlindungan sosial Rp203,9 triliun, insentif usaha Rp120,61 triliun, bantuan UMKM Rp123,46 triliun, pembiayaan korporasi Rp537,57 triliun, dan sektoral kementerian/lembaga dan pemerintah daerah Rp106,11 triliun.

Kepala Pusat Kebijakan Ekonomi Makro Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan, Hidayat Amir, dalam diskusi daring bersama media (17/6/2020) mengatakan bahwa angka biaya penanganan tersebut bersifat sementara dan nantinya angka yang sudah pasti akan masuk ke dalam revisi Peraturan Presiden Nomor 54 tahun 2020.

Sebelumnya, pada awal Juni 2020 dalam diskusi daring bersama media, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan, pemerintah bahkan berencana memperbesar stimulus untuk penanganan pandemi Covid-19 dan dampaknya pada perekonomian menjadi Rp720 triliun.

Tindakan untuk menambah anggaran penanganan Covid-19 diambil setelah prediksi perekonomian global sangat buruk akibat pandemi Covid-19 ini. Dalam konferensi video bertajuk "Rancangan Postur Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun 2021" pada Kamis (23/7/2020), Presiden Joko Widodo menyampaikan bahwa dirinya menghubungi beberapa lembaga terkait proyeksi ekonomi global, seperti Organisasi Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD) yang memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia akan minus 6 sampai minus 7,6 persen dan Bank Dunia yang memprediksi minus 5 persen.

Selain OECD dan Bank Dunia, International Monetary Fund (IMF) dalam laporannya yang berjudul "World Economic Outlook Update: A Crisis Like No Other, An Uncertain Recovery" juga memangkas proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia menjadi negatif 0,3 persen. Namun, Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia, Destry Damayanti, dalam diskusi daring bertajuk "Perlukah 'Helicopter Money’'saat Krisis Covid-19?" pada Kamis (25/6/2020) mengatakan, BI masih optimis pertumbuhan ekonomi nasional bisa positif. Destry menyebutkan bahwa bank sentral belum berencana merevisi perkiraan pertumbuhan ekonomi 2020. Saat ini, bank sentral masih memperkirakan di level 0,9 persen sampai 1,9 persen.

Sama optimis dengan Bank Indonesia, laporan DBS Chief Investment Office (CIO) Insights memproyeksikan bahwa ekonomi Indonesia akan lekas pulih pascapandemi. Analisis DBS CIO Insights menyebutkan, pasar Indonesia dan Singapura paling prospektif di kawasan Asia Tenggara dalam fase new normal ini.

DBS CIO Insights untuk kuartal ketiga 2020 menyebut perekonomian kawasan Asia--tidak termasuk Jepang--akan pulih paling cepat pascapandemi Covid-19. Hal ini mengingat upaya penanganan wabah Covid-19 di kawasan tersebut relatif cukup baik.

Di Asia, laporan yang sama merekomendasikan Tiongkok dan Singapura. DBS juga menambahkan Indonesia akan menerima manfaat dari faktor demografis karena besarnya populasi anak muda yang terlibat dalam ekonomi digital. Sementara di ASEAN, DBS merekomendasikan Indonesia dan Singapura. Laporan tersebut juga menuliskan bahwa DBS percaya kenormalan akan segera terjadi di Indonesia setelah kebijakan pembatasan dicabut. Pada hakikatnya, Indonesia adalah negara mandiri dengan populasi pekerja muda dan konsumsi domestik yang bisa mempercepat pemulihan ekonomi.

Selain diuntungkan oleh populasi pekerja muda, menurut Destry, Indonesia memiliki keunggulan lainnya, yaitu ekonomi domestik Tanah Air yang cukup kuat. Keunggulan ini tidak dimiliki oleh negara lain yang diprediksi IMF bertumbuh negatif. Destry juga menambahkan bahwa dari sisi keuangan, imbal hasil investasi Indonesia juga masih menarik bagi investor asing.

CIO Insights 3Q20 juga memberi apresiasi kepada Bank Indonesia dan pemerintah Indonesia karena telah memberi dukungan berupa penurunan suku bunga dan stimulus demi pemulihan ekonomi akibat pandemi Covid-19.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Fajar Sulaiman
Editor: Puri Mei Setyaningrum

Bagikan Artikel: