Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Di Era 5G, Perbankan Hadapi Dua Tantangan Besar Ini

Di Era 5G, Perbankan Hadapi Dua Tantangan Besar Ini Kredit Foto: Agus Aryanto

Buku tersebut merupakan catatan pengalaman Arwin Rasyid saat melakukan transformasi digital di CIMB Niaga dan pengamatannya terhadap tantangan terkini industri perbankan nasional terkait perubahan lansekap bisnis keuangan di Tanah Air, bahkan dunia. Buku yang terbit dalam dua bahasa: Inggris dan Indonesia ini diluncurkan secara virtual melalui ZOOM yang diikuti sekitar 800 peserta dari berbagai negara dan disiarkan untuk publik melalui YouTube pada Jumat 14 Agustus 2020.

Peluncuran buku tersebut juga mendapat sambutan dari Wimboh Santoso-Ketua OJK (Otoritas Jasa Keuangan), Dato Sri Nazir Razak-Founder Ikhlas Capital dan Mantan Presiden Komisaris CIMB Niaga, Prof. Rhenald Kasali-Founder Rumah Perubahan, dan Presiden Komisars PT Telkom. Acara launching buku secara virtual tersebut juga disertai Talk Show bertajuk "The Future of Digital Banking and Fintech" yang menghadirkan para pembicara: Riswinandi (Komisioner OJK), Tigor M. Siahaan (CEO Bank CIMB NIaga), dan Adrian Gunadi (CEO Investree).

Baca Juga: CIMB Niaga Syariah Dorong Masyarakat Lakukan Qurban Cara Digital

Dikatakan oleh Arwin Rasyid, tantangan utama yang dihadapi industri perbankan sebetulnya bukan hanya berasal dari fintech, tetapi juga dari Neobank atau The Challenger Bank. Neobank ini adalah bank yang beroperasi secara digital penuh tanpa kehadiran kantor cabang. Neobank lahir dari aplikasi teknologi chatting atau aplikasi sosial media lainnya. Seperti KakaoBank di Korea yang lahir dari KakaoTalk, KlarnaBank di Swedia yang lahir dari Shopping Apps—ShopNowPayLater, WeBank di China yang lahir dari WeChat.

Bayangkan, betapa dahysatnya jika Whatsapps yang memiliki 2 miliar active users mendirikan Neobank. Tantangan dari Neobank memang tidak main-main. Di Eropa misalnya, saat Neobank berhasil menggaet 15 juta nasabah—pada saat yang sama—bank konvensional justru kehilangan 2 juta nasabah. Di Korea, Kakao Bank (2016) dalam 2 hari beroperasi menggaet 240 ribu nasabah. Dalam 13 hari, raih 2 juta nasabah. Pada Juli 2019, meraih 10 juta nasabah.

Kehadiran fintech dan Neobank tak lepas dari kelanjutan perkembangan teknologi digital era 3G dan 4G. Kini, sebentar lagi kita akan memasuki era 5G. Era 5G ditandai berbagai kemajuan teknologi yang menakjubkan dan revolusioner. Sebut saja: Artificial Intelligence (AI), Big Data, Cloud Computing, Robotics, Biometrics Recognition, Blockchains, Internet of Things, Virtual Reality, Augmented Reality, dan sebagainya.

Bagaimana perbankan menyikapinya? Dapatkah perbankan memanfaatkan teknologi-teknologi tersebut yang di era 5G akan berkembang sangat pesat dan kembali akan mengubah kembali lansekap dunia bisnis dan keuangan dunia?

Menghadapi dua tantangan utama perbankan—dari fintech dan Neobank, menurut Arwin, setidaknya ada tiga agenda besar yang harus dilakukan perbankan. Pertama, bank harus segera bersiap menyambut datangnya Era 5G dan mengadaptasi berbagai teknologi digital yang relevan bagi peningkatan layanan perbankan.

Kedua, transformasi digital adalah keniscayaan dan harus dijalankan sepenuh hati berdasarkan 4 pilar budaya: Inovasi, Customer and User Experience (CX & UX), Cross-Selling yang Efektif, dan SDM yang terlatih baik. Ketiga, perbankan harus mengantisipasi bisnis ke depan yang tak hanya berorientasi pada pertumbuhan ASSET, tetapi juga pada Pengembangan KONTEN—di mana perubahan paradigma bisnis perbankan harus menyesuaikan dengan paradigma fintech dan Neobank yang telah terbukti berhasil meraih kepercayaan masyarakat.

Bank hendaknya menyadari bahwa nasabah dalam situasi kehidupan yang makin complexed and complicated ini akan selalu mencari alternatif yang nyaman, praktis, cepat, dan aman dalam aktivitas perbankan mereka. Terlebih dalam situasi pandemi Covid-19 saat ini, di mana digital services makin menarik dibanding conventional services.

"Saatnya bank menyusun langkah strategis baru sebagai agenda besar bank ke depan," jelas Arwin.

Buku tersebut, lanjut Arwin, berusaha mengurai tuntas tantangan industri perbankan ke depan di era digital. Buku ini diharapkan dapat menjadi semacam wake up call atau pengingat terhadap satu momentum dan fenomena penting dalam sejarah perbankan—yakni momentum "revolusi digital" yang mungkin terjadi hanya sekali ini, once in a lifetime of our banking history.

Baca Juga: Imigrasi Depak WN Turki dari Bali gegara Sembunyikan Buronan

Halaman:

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Agus Aryanto
Editor: Puri Mei Setyaningrum

Bagikan Artikel: