Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Masih Banjir Peminat, Apakah Pasar Obligasi Imun Corona?

Masih Banjir Peminat, Apakah Pasar Obligasi Imun Corona? Kredit Foto: Antara/Rivan Awal Lingga
Warta Ekonomi, Jakarta -

PT Manulife Aset Manajemen Indonesia (MAMI) menegaskan bahwa pasar obligasi Indonesia tidak sepenuhnya imun, akan tetapi investor mengesampingkan data meningkatnya penyebaran virus dan berfokus kepada tema yield hunting ditengah likuiditas yang membanjir.

Director & Chief Investment Officer, Fixed Income PT Manulife Aset Manajemen Indonesia, Ezra Nazula, menjelaskan kenapa pasar obligasi Indonesia terlihat lebih imun dibandingkan pasar saham, hal itu karena didukung oleh imbal hasil riil obligasi Indonesia yang menarik bahkan menjadi salah satu tertinggi di kawasan dan likuiditas perbankan yang tinggi disebabkan oleh rendahnya penyaluran kredit di tahun ini. Tingginya likuiditas perbankan menyebabkan permintaan akan obligasi tenor pendek dan tenor panjang meningkat.

“Faktor makro domestik lainnya seperti outlook suku bunga dan rupiah yang cenderung stabil turut mendukung kinerja pasar obligasi Indonesia. Pembalikan sentimen investasi seperti masuknya aliran dana asing dengan jumlah yang substansial, memperhitungkan kepemilikan asing yang relatif rendah dibawah 30% berpotensi membuat imbal hasil obligasi pemerintah IDR tenor 10 tahun untuk turun lebih dalam lagi dari level saat ini,” jelasnya, dalam keterangan resmi di Jakarta, Selasa (18/8/2020).

Baca Juga: Ini Alasan Pasar Obligasi Indonesia Masih Menarik!

Selaain itu, komitmen Bank Sentra Amerika Serikat (The Fed) untuk mempertahankan stimulus moneter & kebijakan akomodatif guna mendukung pemulihan ekonomi Amerika Serika berdampak positif pada pasar obligasi Indonesia.

Ezra memperkirakan bahwa kebijakan suku bunga rendah The Fed akan membuat imbal hasil US Treasury tahun ini bergerak di bawah level 1%. Imbal hasil US Treasury yang diperkirakan terjaga di kurang lebih 1% membuat selisih imbal hasil terhadap obligasi pemerintah Indonesia menarik, masih diatas 550bps.

“Kami memperkirakan bahwa kebijakan akomodatif Fed akan dipertahankan setidaknya sampai dengan 2022 untuk menopang likuiditas dan proses pemulihan ekonomi. Era suku bunga rendah akan mendorong beralihnya aliran dana ke aset yang menawarkan potensi imbal hasil yang lebih atraktif seperti obligasi Indonesia. Saat ini obligasi Indonesia – baik dalam denominasi rupiah dan dolar – menawarkan selisih imbal hasil yang menarik terhadap US Treasury dan selisih imbal hasil tersebut belum kembali ke periode pra-pandemi,” ujarnya

Sementar aterkait dengan langkah pemerintah dan Bank Indonesia (BI) sepakat untuk berbagi beban melalui skema burden sharing dalam pembiayaan penanganan dan pemulihan ekonomi akibat dampak Covid-19 dinilai diterima dengan baik oleh pasar menerima.

Pasalnya, skema ini memungkinkan pembiayaan defisit tanpa perlu memberikan tekanan berlebih pada pasar obligasi dan di saat yang sama juga mengurangi beban pemerintah. Obligasi yang dikeluarkan dalam skema ini bisa diperdagangkan di pasar sekunder dan dapat digunakan oleh BI untuk operasi moneter. Berulang kali pemerintah dan BI menekankan bahwa kebijakan ini adalah one-off policy dan untuk menjaga mekanisme pasar tetap baik BI hanya akan menjadi stand-by buyer.

“Menariknya, di tengah pengumuman kebijakan burden sharing di bulan Juli lalu, pasar obligasi Indonesia membukukan kenaikan bulanan tertinggi diantara obligasi emerging market dengan peringkat kredit yang sama. Kenaikan aliran dana asing yang hampir dua kali lipat di bulan Juli – dibandingkan dengan Juni – mencerminkan toleransi investor yang lebih besar terhadap kebijakan burden sharing ini,” tuturnya.

Baca Juga: Waskita Beton Buka Suara Soal Penundaan Pembayaran Obligasi

Dirinya pun mengungkapkan strategi yang bisa meminimalisir risiko kredit pada obligasi korporasi, pihaknya menerapkan analisa kredit internal yang ketat meliputi ongoing review dan monitoring, melakukan limitasi pembobotan investasi pada setiap nama perusahaan dan diversifikasi sektoral.

MAMI jugafokus berinvestasi pada perusahaan dengan kualitas tinggi yang memiliki fundamental baik, profil kredit yang kuat, strong parental support dan tidak terkena dampak yang besar dari Covid-19. Sejauh ini strategi investasi yang diterapkan terbukti berhasil memberikan booster kinerja yang baik pada portofolio dengan tingkat volatilitas yang relatif rendah. Ke depannya kami akan terus melakukan analisa dampak kondisi ekonomi terhadap emiten obligasi korporasi yang ada dalam portofolio.

“Untuk aset obligasi dalam denominasi rupiah kami jaga portofolio dengan durasi pendek ataupun menengah memanfaatkan kebijakan suku bunga rendah BI, stabilitas rupiah, likuiditas dalam negeri yang masih tinggi dan porsi asing yang relatif lebih rendah. Sementara untuk aset obligasi dalam denominasi dolar kami jaga pada durasi tactical overweight memanfaatkan kebijakan akomodatif Fed dan pasokan yang sudah lebih terbatas pada obligasi INDON di tahun ini. Selain itu kami juga terus mencermati likuiditas dan volatilitas untuk memastikan pengelolaan investasi akan memberikan hasil optimal dengan risiko yang terkendali,” tutupnya.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Annisa Nurfitri
Editor: Annisa Nurfitri

Bagikan Artikel: