Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Rawan Bencana Alam, Asuransi Pertanian Butuh Mendesak

Rawan Bencana Alam, Asuransi Pertanian Butuh Mendesak Kredit Foto: Antara/Prasetia Fauzani
Warta Ekonomi, Jakarta -

Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Galuh Octania mengatakan, bencana alam yang ekstrim dapat mengancam kelangsungan sektor pertanian di dalam negeri, khususnya produksi.

Studi yang dilakukan Food and Agriculture Organization (FAO) pada tahun 2015 menemukan bahwa 25% dari total kerusakan dan kehilangan akibat bencana alam berdampak pada sektor pertanian negara berkembang.

”Sudah saatnya potensi bencana yang rawan menimpa Indonesia dijadikan pertimbangan dalam merumuskan kebijakan pertanian. Upaya antisipasi perlu dijalankan supaya dampak dari bencana tersebut dapat diredam seminimal mungkin dan memungkinkan sektor pertanian tetap bisa berjalan,” jelas Galuh dalam keterangannya, Sabtu (22/8/2020).

Berdasarkan Rencana Penanggulangan Bencana (Renas PB) 2015-2019, tiga provinsi yang berperan besar dalam produksi pertanian Tanah Air, yaitu Jawa Timur, Jawa Barat, dan Jawa Tengah, merupakan lokasi prioritas untuk bencana alam seperti banjir, tanah longsor dan kekeringan.

Baca Juga: Launching TSP Jeruk, Mentan: Kita Siapkan Pertanian, Yuk!

Namun, menurut Galuh, hanya bertumpu pada usaha BNPB untuk memitigasi bencana alam yang dapat menghambat produktivitas pertanian di Indonesia tentu tidak akan cukup. Di saat BNPB bekerja untuk mencegah, memitigasi, dan menanggulangi bencana dalam skala luas dan nasional, Kementerian Pertanian (Kementan) juga memainkan perannya untuk melindungi petani dari potensi kerusakan bencana alam lewat program asuransi pertanian.

Petani di Indonesia kerap dihadapkan pada risiko ketidakpastian produksi akibat gagal panen. Yang tidak kalah memprihatinkan adalah terkadang para petani tersebut jugalah yang harus menanggung sendiri beban kerugian yang dialami.

Tercatat total lahan usaha tani yang terdampak banjir dan kekeringan hampir mencapai 1 juta hektar di periode tahun 2003 hingga 2008. Petani Indonesia pun secara umum selalu memiliki dua masalah utama, yaitu mereka tidak mempunyai modal untuk memulai bercocok tanam atau mereka tidak mempunyai perlindungan efektif jika mereka mengalami kerugian akibat gagal panen.

Baca Juga: Tegas! Bule Inggris Eks Napi Narkoba Diusir dari Bali

Halaman:

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Fajar Sulaiman

Bagikan Artikel: