Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

OJK: Pengawasan Terintegrasi Sektor Keuangan Sangat Diperlukan

OJK: Pengawasan Terintegrasi Sektor Keuangan Sangat Diperlukan Kredit Foto: Khairunnisak Lubis
Warta Ekonomi, Jakarta -

Ketua Dewan Komisioner OJK, Wimboh Santoso, mengatakan bahwa pengawasan sektor jasa keuangan yang terintegrasi antara sektor perbankan, industri keuangan nonbank, dan pasar modal sangat diperlukan untuk menjaga stabilitas sektor keuangan.

"Berkembangnya produk dan layanan transaksi keuangan yang makin borderless serta memiliki keterkaitan yang tinggi antarsektoral produk perbankan, pasar modal, dan IKNB menekankan makin dibutuhkannya pengawasan terintegrasi dalam rangka menjaga stabilitas keuangan serta melindungi konsumen keuangan, terutama di masa pandemi ini," kata Wimboh dalam jumpa pers virtual di Jakarta, Rabu (26/8/2020).

Baca Juga: Relaksasi PAYDI dari OJK Genjot Kinerja Pasar Keuangan

Menurutnya, dalam melakukan pengawasan terintegrasi, OJK memiliki Komite Pengawas Terintegrasi yang beranggotakan Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan, Kepala Eksekutif PM, dan Kepala Eksekutif IKNB termasuk Deputi Komisioner dari masing-masing kompartemen untuk berbagai kebijakan strategis konglomerasi keuangan terutama yang bersifat lintas sektor jasa keuangan.

Selain itu, OJK juga memiliki unit Perizinan dan Kebijakan Sektor Jasa Keuangan Terintegrasi yang bertugas untuk memproses perizinan lintas sektoral dan menformulasikan kebijakan yang bersifat lintas sektoral.

"Dengan adanya pengawasan terintegrasi, OJK dapat melakukan pengawasan lebih efektif terhadap transaksi dan produk keuangan yang melibatkan intragroup dan lintas sektoral untuk mengidentifikasi lebih dini risiko terhadap stabilitas sektor jasa keuangan sehingga pelaksanan program pemulihan ekonomi nasional dapat dilakukan lebih terintegrasi," katanya.

Sejak tahun 2014, OJK telah menerbitkan serangkaian pengaturan pengawasan terintegrasi mencakup Manajemen Risiko, Tata Kelola dan Permodalan Terintegrasi, dan proses pengawasan terintegrasi.

Sementara itu, untuk memitigasi dampak lebih lanjut pandemi Covid-19 terhadap perekonomian serta mendorong pemulihan ekonomi, OJK telah mengerahkan semua kebijakan dan instrumen untuk meringankan beban masyarakat, sektor informal, UMKM, dan pelaku usaha. Kebijakan yang diterbitkan sifatnya pre-emptive untuk mencegah terjadinya pemburukan yang lebih dalam maupun berupa insentif atau relaksasi.

Wimboh menjelaskan, di masa pandemi ini, sudah 11 POJK di sektor perbankan, IKNB, dan Pasar Modal yang diterbitkan untuk memitigasi dampak Covid-19 dan meredam volatilitas pasar keuangan serta menjaga stabilitas sektor jasa keuangan.

Sejak diluncurkan 16 Maret 2020, program restrukturisasi kredit perbankan hingga 10 Agustus telah mencapai nilai Rp837,64 triliun dari 7,18 juta debitur. Jumlah tersebut berasal dari restrukturisasi kredit untuk sektor UMKM yang mencapai Rp353,17 triliun berasal dari 5,73 juta debitur. Sementara untuk non-UMKM, realisasi restrukturisasi kredit mencapai Rp484,47 triliun dengan jumlah debitur 1,44 juta.

Untuk perusahaan pembiayaan, per 19 Agustus 2020, OJK mencatat sebanyak 182 perusahaan pembiayaan sudah menjalankan restrukturisasi pinjaman tersebut. Realisasinya sudah disetujui sebanyak 4,34 juta debitur dengan total nilai mencapai Rp162,34 triliun.

OJK juga mengeluarkan kebijakan untuk restrukturisasi pinjaman usaha mikro yang terhimpun di Lembaga Keuangan Mikro dengan nilai realisasi Rp20,79 miliar dari 32 LKM. Selain itu, restrukturisasi juga diberikan untuk pinjaman di Bank Wakaf Mikro (BWM) dengan nilai Rp1,73 miliar untuk 13 BWM.

Direktur Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Eko Listiyanto mengatakan, pengawasan yang terintegrasi itu masih sangat diperlukan bagi pelaku sektor keuangan tersebut.

"Penguatan efektivitas pengawasan terintegrasi di antara entitas pelaku sektor keuangan tersebut masih perlu karena antar-entitas (bank, IKNB, pasar modal) makin mengait satu sama lain. Tujuannya untuk meminimalisasi risiko dampak sistemik," jelas Eko.

Meski demikian, masing-masing sektor tersebut perlu adanya standar minimal berasaskan kehati-hatian yang setara. Menurut Eko, dari sisi bank, selama ini ada standar internasional berupa BASEL, sedangkan industri IKNB dinilai masih perlu banyak pembenahan.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Fajar Sulaiman
Editor: Puri Mei Setyaningrum

Bagikan Artikel: