Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Tangkal Krisis Lewat Himbara, Misbakhun: Itu Sangat Aneh!

Tangkal Krisis Lewat Himbara, Misbakhun: Itu Sangat Aneh! Kredit Foto: Istimewa
Warta Ekonomi, Jakarta -

Kebijakan pemerintah dalam mengatasi krisis ekonomi akibat pandemi COVID-19 dinilai banyak yang tidak pas, baik itu antara solusi yang ditawarkan dengan penyebab permasalahannya. Akibatnya, dikhawatirkan penanganannya tidak tepat sasaran, seperti pemberian bantuan untuk kalangan miskin dan sangat miskin.

Tetapi, ada yang tidak masuk dalam pantauan pemerintah, yakni mereka yang berada di kelas menengah yang baru tumbuh tapi terpaksa turun akibat pandemi, dan mereka ini tidak mendapatkan sentuhan bantuan pemerintah.

"Kelas menengah yang baru turun kelas diatasi dengan apa, padahal mereka ini agresif dalam konsumsi,” ujar anggota Komisi XI DPR dari Fraksi Golkar, M. Misbakhun, dalam keterangan pers, Minggu, 30 Agustus 2020.

Baca Juga: Biar Surabaya Gak Jatuh ke Tangan yang Salah, PDIP: Taati Bu Mega

Menurutnya pemerintah perlu memikirkan dengan baik, apakah dengan menyalurkan bantuan kepada masyarakat miskin dan sangat miskin saja, bisa mendongkrak daya konsumsi. Dalam pandangannya, itu saja tidak cukup. Tidak bisa serta merta meningkatkan daya konsumsi dan daya beli masyarakat.

"Kompleksitas persoalan belum diselesaikan dengan kompleksitas tawaran solusinya,” katanya.

Disatu sisi, lanjut dia, untuk memenuhi uang yang kurang, pemerintah memilih jalan berhutang. Menurut Misbakhun, cara itu juga tidak sinkron karena hanya mengandalkan dana hutang dari pihak lain. 

"Saya sejak awal bicara soal cetak uang, quantitative easing,” kata pria yang pernah menjadi pegawai Dirjen Pajak itu.

Baca Juga: Sandiaga Uno: Banyak Peluang Bisnis Baru di Masa Krisis

Padahal, langkah seperti itu lanjut Misbakhun, justru dilakukan oleh banyak negara, sedangkan pemerintah Indonesia malah tidak melakukannya.

“Pemerintah kan mazhabnya bukan yang menyetujui cetak uang dengan alasan berbeda currency dengan Amerika (USD), tetapi kan negara lain melakukannya,” katanya.

Solusi lain yang menurutnya tidak tepat adalah penempatan dana di bank-bank anggota Himpunan Bank Milik Negara (Himbara). Menurut Misbakhun, tidak ada negara G20 ataupun anggota BRICS (Brazil, Rusia, India, China dan Afrika Selatan) yang mengatasi krisis akibat COVID-19 ini dengan penempatan dana di bank.

“Metode itu sangat aneh. Kita tidak punya succes story arround the world (kisah sukses di seluruh dunia) mengenai penempatan dana ini,” katanya.

Baca Juga: Mahfud MD Jelaskan Perbedaan antara Krisis dan Resesi

Malah menurutnya, kebijakan itu berpotensi membuat bank-bank yang ketempatan dana pemerintah terguncang pada akhir Desember. Karena aturan audit BPK, bahwa dana negara harus masuk ke rekening pemerintah di Bank Indonesia pada 31 Desember. Kebijakan ini juga dikenal tutup buku APBN.

“Uang yang tadinya mengembara di mana pun harus ada di pemerintah. Bank yang tadinya mendapat dana penempatan suddenly shocked (tiba-tiba terguncang) karena duitnya harus mengalir ke rekening pemerintah di bank sentral,” tegasnya.

Hal lain kata dia, penjaminan loss limit yang dipercayakan kepada BUMN di bawah Kementerian Keuangan, seperti Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI), PT Sarana Multi Infrastruktur (SMI) dan PT Penjaminan Infrastruktur Indonesia (PII). 

“Tiba-tiba mandatnya ke sana (BUMN di bawah Kemenkeu). Saya melihat adanya ketidakpercayaan Kementerian Keuangan terhadap di luar institusi Kemenkeu dan ini akan menjadi problem kita,” katanya. 

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Lestari Ningsih

Bagikan Artikel: