Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Kebut Pemulihan, Lima Sektor Prioritas Jadi Andalan Jokowi

Kebut Pemulihan, Lima Sektor Prioritas Jadi Andalan Jokowi Kredit Foto: Antara/BPMI Setpres/Handout
Warta Ekonomi, Jakarta -

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan bahwa untuk mengakselerasi pertumbuhan ekonomi di tengah pandemi Covid-19, pemerintah akan mendorong lima sektor prioritas.

Kelima sektor tersebut adalah industri pengolahan, perdagangan, pertanian, pertambangan, dan konstruksi.

Baca Juga: Ramai-Ramai Kabinet Jokowi Sindir Aksi Anies Kunci Jakarta

"Untuk sektor konstruksi, pemerintah mempersiapkan pembangunan perumahan Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) karena ini melibatkan banyak kontraktor di daerah sehingga tentu bisa mendorong perekonomian di daerah," ujar Airlangga di Jakarta, Kamis (10/9/2020).

Berdasarkan data dari Kementerian Keuangan, ekonomi Indonesia di tahun 2020 diproyeksikan sebesar -1,1% s.d. 0,2%. Sementara, pada tahun 2021 diprediksi akan membaik dengan tumbuh di kisaran 4,5% s.d. 5%.

"Berbagai lembaga negara juga menilai bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia di tahun depan akan positif," imbuhnya.

Dengan program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN), Airlangga mengatakan sejumlah indikator ekonomi mulai menunjukkan sinyal positif atas pemulihan aktivitas ekonomi, seperti Purchasing Managers' Index (PMI) Manufaktur Indonesia yang sudah mengalami ekspansi, Indeks Kepercayaan Konsumen, Penjualan Kendaraan Bermotor, Penjualan Ritel, Survei Kegiatan Dunia Usaha, dan Inflasi Inti.

Bahkan, data per 7 September 2020 menyebutkan, dibandingkan dengan posisi 1 April 2020, kinerja Indeks Saham Sektoral mengalami penguatan di semua sektor kecuali sektor properti. Sementara, dari sisi Pasar Uang, Nilai Tukar Rupiah terhadap US Dollar juga mengalami apresiasi sebesar 9,73%.

Airlangga menjelaskan bahwa waktu pemulihan dari guncangan ekonomi akibat pandemi Covid-19 relatif lebih cepat dibandingkan periode krisis yang terjadi pada tahun 1998 maupun 2008.

"Kalau kita lihat kedalaman dari segi harga saham, di krisis Asia 1997-1998 itu butuh 7-8 tahun untuk kembali ke semula. Kemudian untuk krisis global di tahun 2008, butuh waktu 2 tahun," terangnya. 

Pada periode Krisis Asia 1997-1998, nilai tukar terdepresiasi hingga 566%. Saat periode Krisis Global 2008, nilai tukar terdepresiasi hingga 39,6%. Saat ini, nilai tukar relatif stabil dan telah bergerak menuju ke level sebelum pandemi Covid-19.

"Namun, kita juga harus melihat gas dan rem. Kita tetap harus menjaga kepercayaan publik karena ekonomi ini tidak semuanya faktor fundamental, tapi juga ada faktor sentimen terutama di sektor capital market," pungkasnya.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Boyke P. Siregar
Editor: Puri Mei Setyaningrum

Bagikan Artikel: