Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Catatan 2020: Kebakaran Hutan Terburuk Sepanjang 18 Tahun

Catatan 2020: Kebakaran Hutan Terburuk Sepanjang 18 Tahun Kredit Foto: Antara/Bayu Pratama S

Dampak lingkungan

_114415408_gettyimages-1228422255.jpg

Setiap tahun para ahli lingkungan menyebut luas hutan yang terbakar di seluruh dunia mencapai empat juta kilometer persegi. Luas itu nyaris sebanding dengan luas Uni Eropa,

Karhutla itu pun berdampak serius terhadap keanekaragaman hayati dan ekosistem dunia.

Karhutla merupakan bagian dari siklus positif alam yang berbahaya karena memunculkan sejumlah besar karbon dioksida dan gas rumah kaca lainnya.

Konsekuensinya, bumi akan lebih hangat dan pada gilirannya, membuat hutan lebih kering. Bukan tidak mungkin, situasi itu juga akan memicu karhutla berikutnya.

Awal pekan ini Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menyatakan bahwa target perlindungan keanekaragaman hayati yang mereka tetapkan untuk dekade ini gagal dicapai.

Sekitar satu juta spesies hewan dan tumbuhan kini terancam punah. Risiko besar itu tidak pernah muncul sebelumnya dalam sejarah umat manusia.

Perkiraan itu muncul dalam kajian Intergovernmental Science Policy Platform on Biodiversity and Ecosystem Services tahun 2019.

Saat hutan terbakar, sejumlah besar karbon dioksida terbang ke atmosfer. Dampaknya, pemanasan global bisa bergulir lebih cepat.

"Pada titik ini, kebakaran menyumbang 5% emisi tahunan AS, dan 0,7% emisi CO2 tahunan secara global," kata Pieter Tans, pakar iklim di Badan Nasional Kelautan dan Atmosfer AS.

Pencemaran udara akibat karhutla juga berdampak pada kesehatan masyarakat. Polutan disebut dapat terbang dalam jarak jauh. Zat perusak lingkungan itu pun berpotensi menjadi lebih beracun saat terpapar sinar matahari dan elemen lainnya.

"Dalam kasus asap dari karhutla California dan Oregon, asap masuk ke arus jet alias angin kuat di atmosfer bagian atas," kata Mark Parrington, pakar atmosfer di Copernicus Atmosphere Monitoring Service.

"Asap itu kemudian terbang cukup cepat ke Eropa atau sejauh 8.000 kilometer, selama beberapa hari."

"Namun risiko terbesar terhadap kualitas udara dan kesehatan manusia dekat dengan penyebabnya, di mana kualitas udara saat ini telah sangat menurun," ujar Mark.

Virus corona dan kualitas udara

Saat ini muncul kekhawatiran bahwa kasus Covid-19 yang parah bisa terjadi di dalam dan sekitar lokasi karhutla.

"Di Brasil, infeksi Covid-19 pada masyarakat adat terlihat lebih dari 150% lebih tinggi daripada populasi lainnya," kata Moutinho dari Amazon Environmental Research Institute.

"Karena banyak masyarakat adat ini berada atau dekat lokasi yang dilanda kebakaran hutan, mereka dikhawatirkan akan lebih mudah terpapar virus corona," ucapnya.

Beberapa penelitian sejauh ini mengaitkan polusi udara dan kasus parah Covid-19. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) sebelumnya sudah menginformasikan informasi itu kepada seluruh anggotanya.

Halaman:

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Muhammad Syahrianto

Tag Terkait:

Bagikan Artikel: