Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Kisah Perusahaan Raksasa: Chevron, Ratusan Tahun Menggali Tanah dan Menumpuk Cuan

Kisah Perusahaan Raksasa: Chevron, Ratusan Tahun Menggali Tanah dan Menumpuk Cuan Kredit Foto: Reuters/Lucy Nicholson
Warta Ekonomi, Jakarta -

Minyak dan gas atau migas adalah salah satu sektor industri terbesar di dunia. Pasalnya, sektor migas mampu menghasilkan pendapatan tahunan sekitar 3,3 triliun dolar AS. Tak hanya itu, bisnis raksasa ini mampu menyerap ratusan ribu pekerja di seluruh dunia. 

Sejalan dengan itu, minyak dianggap sangat penting sebagai kerangka ekonomi global. Alasannya, masih baanyak investor memilih untuk berinvestasi dalam industri ini. Sejumlah pemain utama bisnis migas dunia meliputi Amerika Serikat, Arab Saudi, Rusia, Kanada, dan China. 

Baca Juga: Kisah Perusahaan Raksasa: Agricultural Bank of China, Si Empat Besar Penguasa Tiongkok

1024px-ChevronInWyoming.jpg

Semakin lama, ketergantungan dunia pada migas meningkat. Pembahasan tentang kapan produksi minyak dan gas dunia berakhir tampaknya masih setengah jalan. Padahal ketersediaan minyak bumi jumlahnya terus menyusut.

Oleh sebab itu, tren energi alternatif dan terbarukan muncul. Tetapi nyatanya hal tersebut merupakan ancaman lain bagi perusahaan migas tradisional. Serangan juga ditambah dengan adanya tekanan pemerintah yang membuat industri berada di bawah pengawasan yang lebih ketat. 

Pada 2019, pertumbuhan luar biasa dalam bisnis migas memberikan dampak positif. Itu sejalan dengan stabilnya harga minyak di angka 50 dolar AS per barel. Contoh lain adalah jumlah ladang pengeboran aktif di AS meningkat menjadi lebih dari 780 titik dibandingkan 591 pada tahun sebelumnya.

Dunia diperkirakan mengkonsumsi 30 miliar barel per tahun. Jika dirinci kembali, persentase konsumsi minyak per benua sebabagai berikut, Asia dan Eropa 32 persen, Amerika Utara 40 persen, Afrika 44 persen, Amerika Selatan dan Timur Tengah sebesar 53 persen.

Salah satu perusahaan raksasa dalam bidang migas adalah Chevron Corporation. Chevron adalah perusahaan minyak terintegrasi dengan operasi bisnis utama, baik di hulu maupun hilir. Chevron berkeinginan melampaui kinerja para pesaing terkuatnya dengan cara mengembalikan total pemegang saham rata-rata setidaknya 15 persen setahun. 

Chevron masih berada jauh di belakang para pesaing utama dalam sektor migas. Itu terjadi karena adanya penurunan pendapatan pada 2020 sebesar 11,9 persen menjadi 146,51 juta dolar AS dari sebelumnya 166,3 miliar dolar AS. Bukan hanya itu, laba bersih perusahaan turun 80,3 persen menjadi 2,9 miliar dolar AS. Capaian tersebut menyeret Chevron ke peringkat 36 dibanding tahun sebelumnya yang berada di posisi ke-28.

1024px-Chevronheadquarters.jpg

Performa buruk Chevron diamini CEO Mike Wirth. Pendapatan dan arus kas juga menurun. Kondisi tersebut memaksa perusahaan untuk memotong proyek yang tidak menguntungkan, dan memfokuskan kembali pada sektor kecil di AS. Asetnya di Venezuela, yang dipegangnya bahkan ketika perusahaan minyak lain meninggalkan negara itu di tengah keruntuhan ekonomi, juga mengalami perubahan baru. Musim semi ini, pemerintahan Trump memerintahkan Chevron untuk "menghentikan" operasinya di negara itu.

Banyak orang sudah tak asing dengan industri migas yang mampu menjadi konglomerat dunia. Kisah panjang dari ratusan tahun lalu adalah jawabannya. Namun, apakah hanya itu? 

Pada kesempatan hari Jumat (25/9/2020) ini, Warta Ekonomi siap mengulas perjalanan perusahaan raksasa Chevron. Diperkuat sejumlah sumber relevan, kami sajikan uraian tersebut menjadi tulisan sebagai berikut. 

Nenek moyang langsung Chevron yang tertua adalah Pacific Coast Oil Company yang didirikan pada 1879 oleh Frederick Taylor dan sekelompok investor. Beberapa tahun sebelumnya, Taylor, seperti banyak orang California lainnya, mulai mencari minyak di ngarai terjal di utara Los Angeles.

Setelah pendiriannya, Pacific Coast mengembangkan metode memurnikan minyak California yang berat menjadi minyak tanah dengan kualitas yang dapat diterima. Pada gilirannya, minyak itu menjadi sumber penerangan paling populer, sehingga membawa perusahaan menjadi makmur. 

Pada pergantian abad, Pacific Coast telah mengumpulkan tim yang memproduksi sumur di daerah Newhall, California. Mereka kemudian membangun kilang di Alameda Point di seberang Teluk San Francisco dari San Francisco. Ia juga memiliki gerbong tangki kereta api dan George Loomis, sebuah kapal tanker pengangkut laut, untuk mengangkut minyak mentahnya dari lapangan ke kilang.

pacific-coast-oil.jpg?h=400&w=600&hash=2BF9F2028D782C03D8F5F9506E4BAF04

Salah satu pelanggan terbaik Pacific Coast adalah Standard Oil Company of Iowa. Sebuah anak perusahaan pemasaran dari Standard Oil Trust yang bermarkas di New Jersey. 

Pada 1900 Pacific Coast setuju untuk menjual sahamnya ke Jersey Standard seharga 761.000 dolar AS. Dengan perjanjian bahwa Pantai Pasifik akan memproduksi, memurnikan, dan mendistribusikan minyak untuk pemasaran dan penjualan oleh perwakilan Iowa Standard. W.H. Tilford dan H.M. Tilford, dua bersaudara yang merupakan karyawan lama Standard Oil, masing-masing mengemban kepemimpinan di Iowa Standard dan Pacific Coast.

Halaman:

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Muhammad Syahrianto
Editor: Muhammad Syahrianto

Bagikan Artikel: