Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Ahok Tuh Menang di Pikiran, Kalah di Hati

Ahok Tuh Menang di Pikiran, Kalah di Hati Kredit Foto: Antara/Wahyu Putro A
Warta Ekonomi, Jakarta -

Mantan Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama atau dikenal pula sebagai Ahok dinilai oleh pengamat politik M Qodari sebagai pribadi yang idealis. Pernyataan itu disampaikan oleh M Qodari dalam akun Youtube Helmy Yahya Bicara yang diunggah pada Minggu, 27 September 2020.

Menurutnya, nilai idealis yang dijunjung oleh Ahok mulai terlihat saat ia menjadi anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah di Bangka Belitung.

Baca Juga: Pengamat Politik Sebut 2 Bom Waktu: Pilkada dan Ahok!

"Pak Ahok itu dia orangnya idealis sesungguhnya ya, bagaimana berbicara idealisnya, waktu dia jadi anggota DPRD di Bangka Belitung dia istilahnya membangun transparansi," ujarnya.

Ia pun menguraikan perjalanan Ahok dalam dunia politik yang dilanjutkan saat menjabat sebagai Bupati dari tanah kelahirannya, Belitung Timur. Menurut M Qodari, dua program unggulan Ahok yang kini banyak diikuti oleh kepala daerah lain yakni pendidikan dan kesehatan gratis.

"Setahu saya program-program kepala daerah yang sekarang sangat terkenal dan diadopsi di mana-mana yaitu pendidikan dan kesehatan gratis. Itu yang memulai namanya Basuki Tjahaja Purnama di Belitung Timur," tambahnya.

Berdasarkan keterangan pengamat tersebut, Ahok adalah seorang kepala daerah yang berhasil membuktikan bahwa pendidikan dan kesehatan di Indonesia mampu digratiskan.

"Dia adalah orang yang memulai sebuah terobosan, ternyata bisa kok pendidikan gratis, kesehatan gratis bisa itu. Ini kan persoalan yang fundamental menurut saya karena telah mengubah struktur APBD," ujar M Qodari.

Buktinya, menurut M Qodari, adalah perubahan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) yang kini difokuskan untuk pendidikan dan kesehatan gratis.

"Biasanya 70 persen anggaran itu untuk rutin, baru 30 persen pembangunan, tapi sekarang ternyata anggaran pembangunan bisa lebih besar. Bahkan bisa berbalik tuh anggaran pembangunan 70 persen, 30 persen anggaran rutin," ujarnya.

M Qodari mengatakan bahwa nama Ahok mulai melambung ke tingkat nasional meski menjabat sebagai Bupati di Belitung Timur.

"Salah satu yang memulai terobosan itu adalah Ahok. Saya ingat waktu Ahok menjadi Bupati Belitung Timur nama dia itu sudah mulai melambung ke tingkat nasional. Orang Sulawesi sudah kenal dengan Ahok, kenapa? Program pedidikan gratis dan kesehatan gratis. Itu sebabnya dia sangat populer di Belitung dan Bangka Belitung," tambahnya.

Usai menjabat sebagai Bupati Belitung Timur, Ahok kemudian mengajukan diri menjadi anggota DPR RI lewat Partai Golongan Karya (Golkar). "Setelah dari situ dia kemudian menjadi calon anggota DPR RI lewat Partai Golkar. Ditaro nomor empat, tapi dia suara nomor satu makanya dia lolos menjadi anggota DPR RI di Jakarta," ujarnya.

Menurut M Qodari, Ahok yang akhirnya dipasangkan dengan Joko Widodo (Jokowi) dalam pencalonan Gubernur DKI Jakarta merupakan sebuah takdir.

"Waktu Pilkada Jakarta takdir dibuka untuk Ahok dia dipasangkan dengan Jokowi dari PDI Perjuangan. Ini betul-betul takdir, karena apa? Waktu itu PDI Perjuangan sebenernya orientasinya di awalnya Fauzi Bowo, gak jadi kemudian pindah ke Demoktrat kemudian terbukalah pilihan untuk Jokowi," ujarnya.

Cukup banyak pihak kemudian tak mengira bahwa Ahok dan Jokowi akan menang dalam pemilihan tersebut. "Siapa mengira juga kemudian Pak Jokowi jadi presiden akhirnya Ahok jadi gubernur. Di Jakarta pun kemudian saya melihat Ahok membangun transparansi meskipun cara komunikasinya bombastis," tambahnya.

Namun, peristiwa di Pulau Seribu yang membuat Ahok terjerat kasus 'penistaan agama' membuat semuanya berubah.

"Tapi kan kemudian terjadi peristiwa Pulau Seribu menjelang Pilkada 2017 dan itu betul-betul membalik situasi dan kondisi jadi Ahok yang awalnya sebelum kejadian itu elektabiltasnya gak ada lawan tiba-tiba situasi berbalik yang dalam tanda kutip penistaan agama di Pulau Seribu yang kemudian menimbulkan gerakan 414 dan 212," ujarnya.

Meski begitu Ahok terbukti memiliki jumlah survei cukup tinggi pada dua pekan sebelum pemilihan Gubernur DKI Jakarta dimulai. "Ahok tuh masih menang dia di pikiran, tapi dia udah kalah di hati," ujar M Qodari.

Ia pun mengatakan bahwa Ahok tak cocok memiliki jabatan sebagai pegawai publik yang berhadapan langsung dengan orang banyak.

"Karena pekerjaan bagus kalau komunikasi buruk itu rusak contohnya siapa, Ahok sendiri karena itu kesimpulan saya Ahok itu cuma tepat di perusahaan swasta. Gak cocok di jabatan publik atau yang berhadapan dengan publik," tambahnya.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Puri Mei Setyaningrum

Bagikan Artikel: