Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

7 Fakta Menkes Terawan yang Sering Gegerkan Publik, Nomor 2 Paling Kontroversial

7 Fakta Menkes Terawan yang Sering Gegerkan Publik, Nomor 2 Paling Kontroversial Kredit Foto: Antara/Hafidz Mubarak A
Warta Ekonomi, Jakarta -

Pandemi virus corona baru (Covid-19) yang juga menjangkit seluruh provinsi di Indonesia membuat Menteri Kesehatan (Menkes) Terawan Agus Putranto disorot oleh kebanyakan orang.

Tak sedikit pihak berharap kehadirannya segera muncul di hadapan publik untuk mengklarifikasi beberapa hal yang telah menyebar di kalangan masyarakat.

Sebelum ia menjabat sebagai Menteri Kesehatan Republik Indonesia (RI), Terawan yang menjadi satu-satunya dokter dalam jajaran menteri tersebut tampaknya merupakan sosok tak asing bagi publik.

Dikutip dari laman Antara, berikut enam fakta terkait Terawan:

Baca Juga: Terawan Bikin Geger Publik, Anggap Semua Orang Positif Covid-19, Netizen Sindir Menohok!

Baca Juga: Nyaris Dipanggil 100 Ribu Kali oleh Warganet, Terawan Masih Menghilang

1. Lulusan FK UGM

Terawan Agus Putranto lahir di Yogyakarta pada 5 Agustus 1954 dan telah melalui pendidikan di Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada (UGM).

Ia kemudian mengabdi sebagai dokter TNI Angkatan Darat (AD) dan menjabat Kepala RS Pusat Angkatan Darat Gatot Subroto sejak 2015-2019.

2. Berinovasi dengan Metode 'Cuci Otak'

Terawan dikenal sebagai dokter yang memiliki inovasi tentang proses penyembuhan menggunakan metode 'cuci otak'. Berdasarkan laporan dari laman Antara, terdapat kabar bahwa Terawan berhasil menyembuhkan ribuan pasien stroke melalui metode tersebut.

Namun, sekitar awal April 2018 ia diberhentikan sementara oleh Mahkamah Kode Etik Kedokteran (MKEK) IDI. Sebab ia diduga melanggar salah satu kode etik kedokteran, yakni mengiklankan metode 'cuci otak' yang bisa menyembuhkan pasien stroke.

Beberapa waktu kemudian Terawan membantah bahwa metode yang diperkenalkannya sejak 2004 namun banyak dilakukan pada 2011 tersebut sebenarnya bernama digital subtraction angiography (SDA).

Tujuannya untuk mendiagnostik dan mengevaluasi pembuluh darah otak sehingga bisa diketahui penyakit dari pasien dan menentukan pengobatan yang tepat.

Baca Juga: Imigrasi Depak WN Turki dari Bali gegara Sembunyikan Buronan

Halaman:

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Rosmayanti

Tag Terkait:

Bagikan Artikel: