Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Riset Jepang: Pakai Faceshiled Gak Aman karena...

Riset Jepang: Pakai Faceshiled Gak Aman karena... Kredit Foto: Antara/Rony Muharrman
Warta Ekonomi, Tokyo -

Superperkomputer Jepang, Fugaku klaim face shield atau pelindung wajah sama sekali tidak efektif melindungi penularan virus corona melalui udara (Aerosol).

Menurut Riken, lembaga penelitian yang didukung pemerintah Jepang, sekitar setengah dari tetesan atau droplet berukuran 50 mikrometer atau lebih lolos dari face shield, dan hampir 100 persen droplet di udara berukuran kurang dari 5 mikrometer juga lolos.

Baca Juga: Setelah Face Shield, Muncul Penyangga Masker, Pentingkah Dipakai?

Akan tetapi penggunaan face shield bukan tak berguna. Alat ini masih dapat membatasi paparan droplet, dengan begitu dapat meningkatkan perlindungan tambahan setelah menggunakan masker.

"Mengenakan face shield tanpa sarana perlindungan lain tidak menawarkan perlindungan, dan sama sekali bukan pengganti masker," kata Makoto Tsubokura, ketua tim di pusat ilmu komputasi Riken, dikutip Pikiran-rakyat.com dari ZME Science.

Tsubokura menambahkan pada orang yang tidak dapat menggunakan masker (yang memiliki masalah pernapasan), dapat mempertimbangkan untuk hanya menggunakan face shield.

Face shield semakin populer terutama di industri perhotelan, karena menawarkan cara yang tidak terlalu rumit bagi bisnis untuk melindungi karyawan mereka. Namun berdasarkan temuan terbaru, penggunaan face shield bukan praktik yang baik.

Superkomputer Jepang, Fugaku merupakan yang tercepat di dunia dan telah memberikan masukan yang berharga tentang pandemi virus corona.

Superkomputer yang memiliki nilai 130 miliar Yen atau setara Rp18,3 triliun, baru-baru ini menemukan bahwa masker yang terbuat dari kain (bukan tenunan) lebih efektif dalam memblokir penyebaran virus daripada dari kapas atau polyester.

"Yang paling berbahaya adalah tidak memakai masker hanya karena cuacanya panas. Penting untuk memakai masker," kaata Makoto Tsubokura.

Meskipun Fugaku tidak akan beroperasi penuh hingga tahun depan, para ahli berharap superkomputer ini akan membantu mengidentifikasi pengobatan Covid-19 dari sekitar 2.000 obat yang ada, termasuk yang belum mencapai tahap uji klinis.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Muhammad Syahrianto

Bagikan Artikel: