Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Mini-Lockdown, Tapi Disiplin Harus Maksimal

Oleh: Fadel Muhammad, Wakil Ketua MPR RI/Founder dan Presiden Komisaris Warta Ekonomi

Mini-Lockdown, Tapi Disiplin Harus Maksimal Kredit Foto: Sufri Yuliardi

Mungkin ini lebih kompromistis dari segi penanganan kesehatan dan penanganan ekonomi. Dengan lockdown yang meliputi skala mikro, pengaruhnya terhadap kegiatan ekonomi wilayah yang lebih besar seperti kabupatan/kota atau provinsi bisa diminimalisasi. RW satu boleh di-lockdwon, tapi di RW sebelahnya, ekonomi jalan terus dengan protokol kesehatan.

Lockdown vs PDB Minus

Sebelum ini kita sedikit alergi terhadap lockdown. Ketika negara-negara lain, yang lebih dulu terkena pandemi Covid-19 dan menerapkan lockdown, Indonesia lebih memilih kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB).

Menurut Presiden Jokowi, PSBB merupakan kebijakan yang bersifat membatasi kegiatan di tempat-tempat dan fasilitas umum dengan cara membatasi jumlah orang dan pengaturan jarak antar-orang. Sedangkan, lockdown, seperti dikemukakan sejumlah pendapat, adalah mengunci suatu wilayah dari keluar-masuknya warga untuk mengisolasi wabah agar tidak menular ke tempat lain. Jadi, PSBB pada dasarnya soft lockdown atau lockdown yang sedikit longgar. 

Kini kita mengetahui, negara-negara yang menerapkan lockdown sekitar Maret-Mei 2020, satu per satu sudah memasuki masa resesi. Bahkan negara-negara G7 yakni Amerika Serikat, Inggris, Prancis, Jerman, Italia, dan Kanada sudah terjerumus ke jurang resesi sejak akhir semester pertama 2020. Hanya Jepang, anggota G7 yang tidak melakukan lockdown, tetapi mengalami resesi juga.

Di negara-negara itu puncak pandemi terjadi dua kali, setidaknya hingga sejauh ini, dan tentu kita berharap tidak akan ada puncak ketiga. Di AS, penambahan kasus positif Covid-19 harian mencapai puncaknya untuk gelombang pertama terjadi pada awal April hingga awal Mei 2020 dengan kasus harian tertinggi di atas 34 ribu kasus. Pertengahan Mei hingga menjelang akhir Juni 2020 terjadi tren menurun kendatipun tidak benar-benar turun karena kasus hariannya masih tinggi yakni sekitar 20.000-an setiap hari.

Lalu kembali naik di awal Juli dan mencapai puncak kedua pada pertengahan Juli hingga akhir Juli dengan penambahan kasus per hari mencapai lebih dari 70 ribu. Hingga akhir September 2020 kasus hariannya masih di atas 30.000 per hari. Pandemi Covid-19 di AS sama sekali belum mereda.

Beberapa negara bagian AS mulai melakukan lockdown menjelang akhir Maret 2020 untuk durasi yang bervariasi. Ketika itu ekonomi AS sudah terkontraksi. Pada kuartal I (Q1) 2020, pertumbuhan PDB AS turun -1,3% dibanding kuartal sebelumnya, disusul pada kuartal II (Q2) yang kembali turun lebih parah lagi hingga -9,7%. Dibanding periode yang sama tahun 2019, PDB AS anjlok sebesar -32,9% pada Juni 2020. Anjloknya pertumbuhan ekonomi AS sedalam itu merupakan resesi terburuk sejak 1921.

Inggris Raya (UK) juga menghadapi hal yang tak kalah parah. Masa-masa kasus harian tertinggi di UK terjadi April dan awal Mei 2020 dengan kasus harian tertinggi di atas 4.500 kasus hingga 7.800 kasus. Sempat menurun selama Juni hingga awal Agustus, namun melonjak lagi di awal September 2020 dan akhir September mencapai di atas 6.000 kasus per hari.

Lockdown di UK dimulai 23 Maret 2020 dan berakhir di Juni 2020. Ekonomi UK pada Q1 anjlok -1,7% dan pada Q2 (QtQ) turun lagi menjadi -20,4%. Dibanding tahun sebelumnya ekonomi UK turun -21,7%. UK pun mengalami resesi.

Prancis, Jerman, Italia, dan Kanada setali dua uang. Negara-negara ini mengalami puncak pandemi pada pertengahan Maret hingga awal April, lalu sempat menurun cukup drastis pada Mei-Juli, namun kembali meningkat di September 2020. Lockdown diberlakukan pada kisaran akhir Maret hingga April atau Mei 2020.

Tengok pertumbuhan ekonominya. Perancis, pada Q1 PDB-nya tumbuh -5,9% (QtQ) dan menjadi -13,8% pada Q2. Jerman, Italia, dan Kanada masing-masing PDB-nya pada Q1 -2,0%, -5,4%, dan -2,1%. Pada Q2 masing-masing turun lagi menjadi -9,7%, -12,4%, dan -12,0%. Negara-negara tersebut pun mengalami resesi.

Baca Juga: Imigrasi Depak WN Turki dari Bali gegara Sembunyikan Buronan

Halaman:

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Rosmayanti

Bagikan Artikel: