Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Mini-Lockdown, Tapi Disiplin Harus Maksimal

Oleh: Fadel Muhammad, Wakil Ketua MPR RI/Founder dan Presiden Komisaris Warta Ekonomi

Mini-Lockdown, Tapi Disiplin Harus Maksimal Kredit Foto: Sufri Yuliardi

Lalu kenapa Jepang yang tidak melakukan lockdown tetapi resesi juga? Lockdown pada dasarnya mencegah mobilitas penduduk dengan mengisolasinya di tempat tinggal masing-masing untuk mengurangi penyebaran Covid-19.

Ternyata warga Jepang dengan kesadaran sendiri mengurung diri di rumah masing-masing untuk menghindari terinfeksi Corona ketika puncak pandemi dialami negeri itu April 2020. Pemerintah pun tidak perlu mengeluarkan kebijakan lockdown. Cukup mengumumkan keadaan darurat dan meminta warganya tinggal di rumah dengan suka rela, bisnis yang non-esensial diminta ditutup, tetapi tidak ada paksaan jika menolak.

Di negeri ini memang ada kebiasaan warganya untuk mengurung diri di rumah hingga berbulan-bulan untuk tujuan tertentu yang dikenal dengan istilah Hikikimori. Dulu sempat dikecam karena banyak anak muda melakukkan Hikikimori hanya untuk bermain game. Pada saat puncak pandemi tahun ini justru dianjurkan sebagai bagian dari Work from Home (WFH).

Namun, karena mobilitas penduduk menurun drastis, ekonomi Jepang terganggu. Pada Q1 PDB negeri itu tumbuh -0,6%, lalu anjlok menjadi -7,8% pada Q2 atau -27,8% dibanding tahun sebelumnya. Untuk menyelamatkan ekonomi, Jepang sempat meminta warga 'keluar rumah' untuk belanja atau menikmati pariwisata di daerah-daerah tujuan wisata (DTW) domestik dengan iming-iming program Go to Travel yang menawarkan diskon tiket perjalanan hingga sebesar 50%. Tentu saja dengan protokol kesehatan yang ketat.

Akan tetapi, kampanye itu disusul menaiknya kasus harian positif Covid-19 pada awal Agustus 2020. Dibanding April 2020 yang merupakan puncak gelombang pertama, pada Agustus kasus hariannya jauh lebih tinggi. Jika pada April kasus tertingginya sedikit di atas 600, pada Agustus meningkat dua kali lipat menjadi di atas 1.200 kasus per hari.

Sejauh ini lockdown kembali bukan pilihan Jepang. Tetapi, negara itu menutup pintu masuknya turis asing dari 150-an negara pada akhir September 2020 untuk durasi 14 hari. Kegiatan bisnis dikurangi, restoran-restoran ditutup lebih awal. Sekarang, dunia menunggu apa yang akan dilakukan Jepang dalam menghadapi tingginya kasus Covid-19 tanpa lockdown. Adakah sesuatu yang baru?

Harus diakui lockdown hampir selalu diusulkan ketika kasus Covid meningkat yang akhirnya menjadi kebijakan pemerintah suatu negara. Tidak hanya negara-negara G7, negara tetangga kita, Filipina melakukan lockdown pula pada pertengahan dan akhir Maret di beberapa provinsi. Lockdown masih dilakukan hingga Juni.

Pada Agustus 2020, Filipina resmi menyatakan resesi. Pertumbuhan PDB pada Q1 anjlok -5,1% (QtQ) dan pada Q2 turun lagi menjadi -15,2%. Malaysia yang melakukan lockdown pada periode yang sama juga mengalami kontraksi ekonomi. Pertumbuhan PDB-nya pada Q1 -2% dan pada Q2 -16,5%.

Singapura melakukan lockdown parsial mulai 7 April dan berakhir pada awal Juni 2020. Pada Q1 PDB mereka tumbuh negatif hingga -3,3% (QtQ) dibanding kuartal sebelumnya (Q4 2019), sedangkan pada Q2 -41,2% dibanding Q1.

Thailand melakukan lockdown pada 25 Maret dan berakhir pada 31 Mei 2020. Konsekuensi dari keputusan itu, pertumbuhan PDB Negeri Gajah Putih ini turun menjadi -2,5% pada Q1 dan menjadi -9,7% pada Q2. Thailand pun mengalami resesi.

Tentu saja lockdown dan mini-lockdown yang dikemukakan Presiden Jowowi berbeda. Mini-lockdown ini lebih bisa diterima. Namun, jangan lupa, kita ini sering kedodoran dalam soal disiplin. Karena itu, ketika mini-lockdown diberlakukan, disiplinnya harus dimaksimalkan.

Seorang pengusaha Pakistan menulis, dalam menghadapi pandemi Covid-19, yang penting bukan PDB per kapita, melainkan disiplin per kapita. Kita butuh dua-dua. PDB per kapita perlu dipertatankan dengan berbagai program bantuan pemerintah agar daya beli masyarakat tetap terjaga sehingga ekonomi nasional bisa kembali tumbuh positif, disiplin per kapita juga harus diawasi agar pandemi tak merajalela.

Halaman:

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Rosmayanti

Bagikan Artikel: