Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Kisah Perusahaan Raksasa: Mitsubishi, Konglomerat dan Pebisnis Ulung Sejak Awal Jepang

Kisah Perusahaan Raksasa: Mitsubishi, Konglomerat dan Pebisnis Ulung Sejak Awal Jepang Kredit Foto: Getty Images

Faktor-faktor tersebut jika digabungkan untuk mempengaruhi penurunan pendapatan yang stabil maka menghasilkan angka dari 19,73 triliun yen pada 1991 menjadi 17,28 triliun yen pada 1994.

Minoru "Ben" Makihara pria keturunan Jepang yang lahir di Inggris yang mengenyam pendidikan Harvard ditunjuk sebagai presiden Mitsubishi pada 1992. Banyak pengamat menilai upaya tersebut dimaksudkan untuk meningkatkan reputasi buruk bisnis Jepang di AS. Mungkin bukan kebetulan, ayah Makihara bekerja untuk Mitsubishi di London, dan istrinya adalah cicit dari pendiri keiretsu.

Pada pertengahan 1990-an, operasi Mitsubishi Corporation dibagi menjadi beberapa kelompok sebagai berikut. 1) Logam yang menyumbang 37 persen pendapatan tahunan. 2) Mesin (termasuk sistem dan layanan informasi) menyumbang 24,7 persen. 3) Makanan (12,7 persen). 4) Bahan kimia (7,3 persen), tekstil dan barang dagangan umum (6,9 persen). Sekitar 40 persen dari penjualan tahunannya dilakukan di luar negeri. 

Pada 1992, Mitsubishi mengumumkan kebijakan manajemen baru, yaitu menuju "Perusahaan Global yang Sehat". Langkahnya adalah perusahaan mulai menempatkan fokus yang lebih besar pada operasi konsolidasi dan meningkatkan nilai asetnya. Dengan kata lain, perusahaan lebih banyak melakukukan upaya mengglobalisasikan operasinya. 

800px-Tokyo_Building.JPG

Mitsubishi kemudian membentuk MC2000 pada 1998. Itu adalah langkah pendekatan untuk melakukan Select & Focus pada bisnis dengan tujuan memperkuat bidang strategis, menekankan kebijakan yang berorientasi pada pelanggan. Rencana baru ini sangat penting dalam menopang fondasi perusahaan dan membuka jalan menuju masa depan yang sejahtera. 

Pada 2004, Mitsubishi meluncurkan "Innovation 2007". Itu adalah pertanda sekaligus penetapan perusahaan sebagai inovator industri baru dengan tujuan membuka era baru dan tumbuh bersama masyarakat. 

Kendala di masa kontemporer juga sempat dialami Mitsubishi. Perusahaan, bersama dengan pabrikan lain, terkena dampak skandal Kobe Steel pada 2017, yang melibatkan pemalsuan data untuk produk yang dipasok ke industri kedirgantaraan, mobil, dan tenaga listrik.

Pada 28 November 2018, Mahkamah Agung Korea Selatan memerintahkan Mitsubishi Heavy Industries, sebagai salah satu perusahaan inti Mitsubishi, untuk membayar 10 warga Korea 150 juta won (133.000 dolar AS atau 104.000 euro) sebagai kompensasi kerja paksa yang diawasinya selama pendudukan Jepang di Korea.

Konglomerat Jepang yang memiliki bisnis mulai dari otomotif hingga elekrtronik mengalami peningkatan pendapatan pada 2019. Dengan menyandang titel perusahaan raksasa dunia, pada tahun operasional ini, pendapatan tahunan Mitsubishi meningkat 112 persen menjadi 145,24 miliar dolar AS. Laba bersihnya pun berada di angka 5,38 miliar dolar AS. Posisi Mitsubishi juga berada di nomor 33 dalam Global 500 milik Fortune.

Sayang beribu sayang, pada 2020, Mitsubishi mengalami penurunan pendapatan tahunan sebesar 6,4 persen dari 145 milair dolar menjadi 135,94 milair dolar AS. Sementara untuk laba bersih juga turun lebih dalam sebesar 7,6 persen dari 5,38 miliar menjadi 4,92 miliar dolar AS. Capaian ini menyeret Mitsubishi ke posisi 42 dalam Global 500. 

1024px-MitsubishiEDMLaser3.jpg

Perusahaan mengatakan bahwa terpukulnya keuntungan perusahaan disebabkan oleh masalah dalam divisi mobil, gas alam cair dan petrokimia. Bisnis pertambangannya pun juga dipengaruhi oleh penurunan permintaan batu bara metalurgi Australia. 

Sementara itu, pandemi Covid-19 dikatakan mempersulit laju bisnsi perusahaan. Seperti banyak perusahaan sejenis lainnya, perusahaan Mitsubishi menolak memberikan perkiraan untuk tahun mendatang.

Halaman:

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Muhammad Syahrianto
Editor: Muhammad Syahrianto

Bagikan Artikel: