Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

KAMI Kutuk Kekerasan Aparat terhadap Pendemo Omnibus Law

KAMI Kutuk Kekerasan Aparat terhadap Pendemo Omnibus Law Kredit Foto: Antara/Rivan Awal Lingga
Warta Ekonomi, Jakarta -

Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) menyayangkan cara aparat kepolisian menangani massa penolakan Rancangan Undang-undang (RUU) Omnibus Law Cipta Kerja Kamis (8/10) di sejumlah daerah di Indonesia. Dalam pernyataan sikapnya, KAMI mengutuk sejumlah tindakan aparat kekerasan dan brutal yang dilakukan terhadap aparat seluruh massa aksi penolakan Omnibus RUU Law Cipta Kerja.

"KAMI mengutuk semua tindakan kekerasan dan brutal yang dilakukan oleh aparat kepada buruh, mahasiswa, pelajar, dan emak-emak yang sedang memperjuangkan hak konstitusionalnya," demikian bunyi pernyataan tertulis KAMI yang ditandatangani sejumlah presidium KAMI, Gatot Nurmantyo, M Din Syamsuddin, dan Rachmat Wahab.

Baca Juga: Jokowi Tinggalkan Ibu Kota, Orang KAMI Nyeletuk: Berhentilah Berikan Janji-Janji Palsu

KAMI menekankan bahwa tugas aparat adalah melayani, melindungi, mengayomi, serta mengatur masyarakat. Bukan melarang kegiatan rakyat penyampaian aspirasi. "Karena sejatinya aparat, setiap bulan menerima gaji dan makan dari uang rakyat," ujar mereka.

KAMI menyatakan membuka Posko Advokasi dan posko pengaduan yang siap untuk mendampingi dan memberikan bantuan hukum kepada korban kekerasan dalam unjuk rasa UU Omnibus Law. Terkait aksi penolakan yang terjadi di berbagai tempat, KAMI juga memberikan dukungan moril terhadap kaum buruh, mahasiswa, pelajar, akademisi, emak-emak, dan tokoh agama yang berjuang membela dan mempertahankan hak dan aspirasinya.

"Untuk ikut menyuarakan aspirasi rakyat, khususnya Kaum Buruh, yang terampas hak-haknya oleh UU Omnibus Law Cipta Kerja, dalam semangat memperjuangkan kebenaran dan keadilan, demi kesejahteraan," tulis mereka dalam pernyataan tersebut.

Mereka juga menyatakan bahwa aksi yang terjadi kemarin merupakan akibat dari keputusan DPR dan presiden yang abai dan tidak memperhatikan aspirasi buruh, kampus, para guru besar, ormas keagamaan khususnya PBNU, PP Muhammadiyah, mahasiswa, LSM, dan organisasi kemasyarakatan lainnya. Namun, tetap memaksakan untuk memutuskan dan mengesahkan RUU Omibus Law.

"Atas reaksi penolakan yang masif terjadi di seluruh Indonesia, sudah seharusnya presiden sebagai kepala pemerintahan tidak menghindar dan membuka ruang dialog yang seluas-luasnya," tegas mereka.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Puri Mei Setyaningrum

Bagikan Artikel: