Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Kontribusi Ratusan Triliun dari Minyak Sawit untuk Indonesia

Kontribusi Ratusan Triliun dari Minyak Sawit untuk Indonesia Kredit Foto: Antara/Muhammad Bagus Khoirunas
Warta Ekonomi, Jakarta -

Sebagai salah satu komoditas strategis nasional, buah dan inti sawit dapat diolah menjadi berbagai produk turunan seperti produk pangan (minyak goreng dan margarin), oleochemicals, serta produk energi (biodiesel). Sekitar 70 persen dari produksi minyak sawit nasional dan produk turunannya dialokasikan untuk ekspor.

Data Badan Pusat Statistik (BPS) menyebutkan, total ekspor minyak dan lemak nabati maupun hewani dari Januari-September 2020 mencapai US$13,85 miliar (atau sekitar Rp213,76 triliun) atau menjadi penyumbang terbesar ekspor nonmigas dengan pangsa mencapai 12,45 persen.

Baca Juga: Biodiesel dan Oleokimia Mendominasi Konsumsi Domestik Sawit

Apabila mengacu pada data Buletin Statistik Perdagangan Internasional pada Juli lalu, total ekspor crude palm oil (CPO) dan turunannya mencapai 14,2 juta ton. Jika digabungkan dengan ekspor crude palm kernel oil (CPKO) beserta turunannya, akan menjadi 15,1 juta ton. Sepanjang Januariā€“Juli 2020, nilai ekspor CPO dan CPKO beserta produk turunannya senilai US$9,5 miliar (atau sekitar Rp139,76 triliun).

Kendati demikian, para analis memperkirakan dalam waktu dekat akan terdapat dua hal yang akan dapat mendongkrak volume ekspor. Adanya kebijakan restocking dari China menjelang perayaan tahun baru Imlek serta adanya perayaan Diwali di India pada November mendatang.

Tidak hanya itu, puncak produksi yang biasanya terjadi pada bulan September-November di Indonesia dan Malaysia berdampak pada stok yang melimpah. Namun, dengan adanya ancaman fenomena iklim La Nina yang berpotensi menyebabkan banjir, pasokan minyak sawit juga terancam.

Fenomena banjir juga sudah melanda beberapa daerah sentra produksi sawit Tanah Air seperti di Kalimantan Tengah, Kalimantan Barat, Sumatera Barat, dan Sumatera Utara sehingga mengganggu aktivitas pemanenan. Bahkan, Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) melaporkan La Nina dan hujan lebat kemungkinan masih akan berlangsung hingga April 2021 mendatang.

Terdapat kecenderungan output yang akan drop sehingga membuat harga CPO melonjak belakangan ini. Namun, untuk mengetahui seberapa tinggi kenaikan harga tersebut, tergantung pada dinamika supply dan demand serta berbagai sentimen di pasar.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Ellisa Agri Elfadina
Editor: Puri Mei Setyaningrum

Bagikan Artikel: