Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Tantangan Industri Perkebunan Kelapa Sawit Indonesia

Tantangan Industri Perkebunan Kelapa Sawit Indonesia Kredit Foto: AALI
Warta Ekonomi, Jakarta -

Perkembangan industri perkebunan kelapa sawit selama dekade terakhir sangat pesat, bahkan pandemi Covid-19 yang masih masif terjadi pun tidak menjadi penghalang bagi perkembangan komoditas strategis nasional ini.

Meskipun berkontribusi besar terhadap perekonomian, tak dapat dimungkiri bahwa industri perkebunan kelapa sawit masih menghadapi sejumlah tantangan. Ketua Bidang Komunikasi Gapki, Tofan Mahdi, menjelaskan empat tantangan yang dihadapi sektor perkebunan kelapa sawit.

Baca Juga: 3 Alasan Minyak Goreng Sawit Disebut Minyak Nabati Sehat dan Antikanker

Pertama, tantangan keberlanjutan (sustainability). Tantangan ini telah dihadapi industri sawit semenjak 2011 lalu yang bertepatan dengan terbitnya kebijakan moratorium izin di lahan gambut dan kawasan hutan.

"Kami pastikan bahwa seluruh anggota Gapki, tidak ada lagi penambahan izin lahan baru," tegas Tofan.

Lebih lanjut Tofan menuturkan, tantangan berkelanjutan ini juga menyangkut tantangan sertifikasi berkelanjutan yang saat ini tengah diusahakan bagi seluruh anggota Gapki untuk memperoleh sertifkat Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO) dan penerapan komitmen No Deforestation, No Peat Land, No Exploitation (NDPE).

Kedua, tantangan terkait kebijakan, karena masih banyak ditemukannya tumpang tindih regulasi, terutama terkait status kawasan hutan. Hal ini menjadi benang kusut yang mempersulit pelaku usaha termasuk petani. Ketiga, rendahnya produktivitas perkebunan sawit rakyat dibandingkan perkebunan swasta.

"Namun demikian, program peremajaan sawit rakyat realisasinya belum maksimal," ujar Tofan.

Keempat, tantangan mengenai hambatan perdagangan internasional dan kampanye negatif sawit. Lebih lanjut Tofan mengatakan, permasalahan ini harus dihadapi dengan baik dan dilakukan dengan strategi komunikasi yang jitu sehingga informasi yang jauh dari fakta lapangan dapat diminimalisasi, termasuk melakukan beragam kerja sama multilateral serta kerja sama perdagangan regional.

"Hambatan tarif dan nontarif serta adanya label bebas minyak sawit masih tetap muncul. Tantangan ini harus dihadapi dengan strategi komunikasi yang bagus dan kami pun terus melakukan kempanye positif secara berkesinambungan," tandas Tofan.

Baca Juga: Meningkat 21 Persen, Bandara Ngurah Rai Layani 3,5 Juta Penumpang Hingga Februari 2024

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Ellisa Agri Elfadina
Editor: Puri Mei Setyaningrum

Bagikan Artikel: