Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Minyak Sawit Sintetis, Bentuk Diskriminasi Sawit Indonesia?

Minyak Sawit Sintetis, Bentuk Diskriminasi Sawit Indonesia? Kredit Foto: Antara/Syifa Yulinnas
Warta Ekonomi, Jakarta -

Kelapa sawit merupakan jenis minyak nabati dengan keunggulan karakteristik yang tidak dimiliki minyak nabati lainnya. Dengan keunggulannya, tidak heran jika sejumlah pihak antisawit nasional maupun internasional menggunakan cara-cara kotor untuk melemahkan posisi minyak sawit tersebut.

Salah satu cara kotor yang diduga dilakukan negara produsen minyak nabati untuk menandingi minyak sawit adalah dengan dibiayainya penelitian dan berinvestasi pada startup yang mengembangkan minyak nabati sintesis dengan karakteristik menyerupai minyak sawit.

Baca Juga: Sorotan Dunia terhadap KEL karena Isu Ekpansi Sawit, Ini Komitmen Wilmar

Salah satunya adalah perusahaan Breakthrough Energy Ventures yang dipimpin Bill Gates. Perusahaan tersebut sedang mengembangkan riset untuk menghasilkan minyak sawit sintetis melalui investasi sebanyak US$20 juta pada startup yang bernama C16 Biosciences.

Startup tersebut menghasilkan minyak sawit sintesis dengan menggunakan ragi eksklusif yang diberi makan dengan limbah makanan yang mengandung karbon dari supermarket dan rumah atau produk samping industri (by product industry) seperti gliserol dari industri biodiesel/biofuel.

Dalam laporan PASPI Monitor disebutkan, terdapat startup lain yakni California Kiverdi Inc. yang menggunakan mikroba untuk mengubah karbondioksida menjadi alternatif minyak sawit. Revive Eco, sebuah startup asal Skotlandia, juga mengekstrasi limbah kopi untuk menghasilkan minyak alternatif minyak sawit. Terdapat juga startup asal Indonesia yaitu Biteback yang menemukan minyak alternatif sawit dari serangga.

Terkait hal tersebut, Direktur SEAFAST IPB, Prof. Dr. Nuri Andarwulan, M.Si menyebutkan, karakteristik kimia yang terkandung dalam minyak sawit terbukti belum mampu ditandingi minyak lain. Hal ini karena fraksi sawit sangat kaya akan mikronutrien seperti Vitamin A, Vitamin E, tokotrienol, dan sitosterol sehingga untuk menghasilkan mikroba yang menyerupai minyak sawit masih harus memerlukan riset penelitian yang memakan dana besar dan memerlukan proses yang lama.

"Dinamika pasar global dan persaingan perdagangan tersebut harus dijadikan sebagai tantangan bagi industri sawit nasional untuk tetap menjaga eksistensi, sustainability, dan daya saingnya di pasar global. Hal tersebut dapat dicapai melalui tiga strategi utama yaitu intensifikasi (peningkatan produktivitas), pengembangan hilirisasi dan perbaikan tata kelola termasuk penguatan riset sawit nasional, dan adopsi/diseminasi inovasi riset," seperti dilansir dari laporan PASPI Monitor.

Baca Juga: Pujian untuk Ambisi Berkelanjutan, Warta Ekonomi Gelar Indonesia Most Visionary Companies Awards 2024

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Ellisa Agri Elfadina
Editor: Puri Mei Setyaningrum

Tag Terkait:

Bagikan Artikel: