Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Lawan Kampanye Negatif Industri Sawit, BPDPKS Gandeng Ekosistem Pendidikan

Lawan Kampanye Negatif Industri Sawit, BPDPKS Gandeng Ekosistem Pendidikan Kredit Foto: Sufri Yuliardi
Warta Ekonomi, Jakarta -

Kelapa sawit merupakan komoditas strategis nasional dengan tingkat urgensi yang tinggi bagi perekonomian domestik dan global. Kementerian Pertanian (Kementan) mencatat luas tutupan lahan sawit Indonesia pada 2019 mencapai 16,38 juta hektare dengan 41 persen dari total luas lahan tersebut dikuasai oleh rakyat melalui Perkebunan Rakyat (PR), baik swadaya maupun plasma.

Dengan keberadaan lahan tersebut, Indonesia mampu memproduksi minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO) rata-rata sebanyak 45 juta ton per tahun.

"Tidak hanya itu, lebih dari 65 persen dari kebutuhan minyak sawit dunia saat ini ditopang dari hasil produksi CPO dari Indonesia," ujar Direktur Kemitraan Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) Edi Wibowo saat membuka kegiatan Palm Oil EduTalk 2020 di Bandung, Sabtu (21/11/2020).

Baca Juga: Sawit Berkontribusi Besar, Namun Masih Dituding yang Tidak Benar

Dalam kurun waktu hampir satu dekade terakhir, menurut Edi, komoditas kelapa sawit telah menjelma menjadi penyumbang devisa ekspor terbesar nasional, bahkan telah memberikan kontribusi tertinggi pada 2017 dengan sumbangan devisa mencapai US$22,9 miliar.

Dengan nilai sekitar Rp320 triliun tersebut, diketahui bahwa lebih dari 10 persen Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) bersumber dari industri kelapa sawit.

"Tidak hanya itu, multifungsi dan zero waste kelapa sawit sebagai sumber pangan, produk-produk oleochemical, hingga energi terbarukan (biofuel) menjadikan kelapa sawit layak dipertimbangkan sebagai priority dan identity negara," ujar CEO & Chief Editor Warta Ekonomi, Muhamad Ihsan dalam kesempatan yang sama.

Namun demikian, menurut Ihsan, sejak beberapa tahun terakhir industri kelapa sawit Indonesia seringkali dituduh sebagai komoditas penuh mudharat dari aspek kesehatan, sosial, ekonomi, dan lingkungan.

Tidak hanya mendapatkan tekanan dari luar negeri, kelapa sawit juga diserang dari dalam negeri oleh pihak antisawit. Maraknya atribut negatif yang dilekatkan terhadap kelapa sawit tentu sebagai akibat dari isu-isu yang tidak berdasarkan fakta objektif. Dampak dari penyebaran isu tersebut yakni munculnya persepsi negatif masyarakat, baik secara domestik maupun global.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Taufan Sukma
Editor: Rosmayanti

Bagikan Artikel: