Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Replanting Sawit dengan Model Paludikultur di Lahan Gambut

Replanting Sawit dengan Model Paludikultur di Lahan Gambut Kredit Foto: Antara/Wahdi Septiawan
Warta Ekonomi, Jakarta -

Tidak hanya di lahan biasa, perkebunan sawit rakyat di lahan gambut juga telah memasuki usia non-produktif dan sudah harus dilakukan replanting. Kendati demikian, masih banyak petani yang tidak melakukan replanting lantaran takut kehilangan pendapatan selama kegiatan tersebut berlangsung.

Mengingat kondisi tersebut, BPDPKS bekerja sama dengan Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat Universitas Lambung Mangkurat (LPPM ULM) yang terdiri dari para peneliti dari Fakultas Pertanian ULM Banjabaru yakni, Fakhrur Razie, Yudi Ferrianta, dan Rifiana melakukan penelitian di Desa Sawahan, Kecamatan Cerbon Barito Kuala, Provinsi Kalimantan Selatan. 

"Penelitian ini bertujuan mengkaji model pengelolaan tanaman sawit saat peremajaan di lahan gambut/bergambut di Kalimantan Selatan, untuk membangun model peremajaan kelapa sawit dan optimalisasi peremajaan kelapa sawit dengan sistem paludikultur, serta kajian untuk merumuskan strategi penguatan peran kelembagaan petani," ujar Ketua Peneliti, Fakhrur Razie.

Baca Juga: Bukti Nol Limbah, Ampas Sawit Kaltim Mengudara ke Mancanegara

Perlu diketahui, paludikultur merupakan cara budi daya di lahan rawa (gambut) dengan prinsip utama memperlambat proses dekomposisi dan menghasilkan bahan organik (biomassa) untuk mencegah kerusakan lahan gambut, melalui tiga aspek utama yaitu rewetting, revegetation, dan revitalisation.

Penerapan sistem paludikultur saat peremajaan sawit dengan sistem multiple cropping dengan tanaman semusim menjadi alternatif pendapatan selama awal pertumbuhan sawit.

Model peremajaan sawit rakyat sistem paludikultur dicirikan dengan pengembalian biomassa bagian atas sawit setara dengan 10 ton kompos per hektare, dan pengembalian biomassa dari kegiatan pertanian tanaman semusim dari sistem multiple cropping, serta pengaturan tata air sehingga kedalaman muka air tanah 40 cm.

"Pengembalian biomassa yang dikomposkan dan pengapuran telah meningkatkan status kesuburan tanah menjadi tergolong sedang dengan pH tanah tergolong masam hingga agak masam (4,59-6,06) jika sebelumnya lahan tersebut berstatus kesuburan rendah, sangat masam hingga masam (3,65-4,69)," ujarnya.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Ellisa Agri Elfadina
Editor: Rosmayanti

Tag Terkait:

Bagikan Artikel: