Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Ketua Komunikasi Gapki: Sederet Alasan Pengembangan Program Biodiesel

Ketua Komunikasi Gapki: Sederet Alasan Pengembangan Program Biodiesel Kredit Foto: Antara/Muhammad Bagus Khoirunas
Warta Ekonomi, Jakarta -

Minyak kelapa sawit terus menjadi sumber devisa nonmigas terbesar nasional, bahkan lebih tinggi dari sumbangan devisa ekspor migas, batu bara, maupun sektor pariwisata, yakni mencapai US$19 miliar (atau sekitar Rp275 triliun).

Data Gapki mencatat, pada tahun 2019, produksi minyak sawit nasional mencapai 51,8 juta ton dengan sekitar 70 persen dari total tersebut diserap pasar ekspor. Negara-negara tujuan utama ekspor minyak sawit Indonesia antara lain China, India, 27 negara anggota Uni Eropa, Pakistan, dan sejumlah negara di Afrika. Sisanya, sekitar 30 persen dialokasikan untuk konsumsi domestik baik untuk industri makanan, oleochemical, hingga program biodiesel.

Baca Juga: Ketua Umum Gapki: Kampanye Negatif Sawit Tidak Rasional

Melansir catatan Ketua Bidang Komunikasi Gapki, Tofan Mahdi, terdapat dua alasan utama pemerintah mengembangkan program mandatori biodiesel di Indonesia. Pertama, terkait komitmen negara-negara di dunia untuk mengembangkan energi yang ramah lingkungan. Kedua, memanfaatkan potensi sumber daya alam yang besar, yakni perkebunan kelapa sawit sebagai bahan baku energi terbarukan.

Indonesia sebagai negara produsen minyak sawit terbesar di dunia memiliki bahan baku yang cukup untuk mengembangkan program bahan bakar nabati. Secara ekonomi, program mandatori biodiesel memberikan manfaat ganda bagi negara. Pertama, mengurangi impor minyak mentah sehingga bisa menekan defisit neraca perdagangan. Kedua, meningkatkan daya serap komoditas minyak di pasar domestik.

Program mandatori biodiesel di Indonesia mulai dilaksanakan pada tahun 2006 dengan bauran 5 persen minyak sawit (B5) yang kemudian meningkat menjadi B10, B15, B20 mulai tahun 2016, dan menjadi B30 di sepanjang tahun 2020.

Data Kementerian ESDM mencatat, implementasi program B20 di tahun 2019 memberikan penghematan anggaran negara mencapai US$3,54 miliar (atau sekitar Rp57,3 triliun), sedangkan melalui implementasi B30 di tahun 2020, penghematan devisa diperkirakan mencapai US$8 miliar (atau sekitar Rp116 triliun).

"Dari aspek keberlanjutan, program mandatori biodiesel juga mendukung komitmen pemerintah untuk mengurangi emisi gas rumah kaca menjadi 26 persen pada 2020 dan sebesar 29 persen pada 2030 sesuai komitmen dalam UNFCC (Konvensi Kerangka Kerja PBB tentang Perubahan Iklim)," ungkap Tofan Mahdi dalam catatannya.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Ellisa Agri Elfadina
Editor: Puri Mei Setyaningrum

Bagikan Artikel: