Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Bela Langkah FPI, Refly Harun: PTPN Bisa Dituduh Balik

Bela Langkah FPI, Refly Harun: PTPN Bisa Dituduh Balik Kredit Foto: IG @reflyharun
Warta Ekonomi, Jakarta -

Pakar hukum tata negara Refly Harun telah beberapa kali buka suara soal somasi oleh PT Perkebunan Nusantara VIII terkait lahan Pondok Pesantren Alam Agrokultural Markaz Syariah DPP FPI di Megamendung, Bogor, Jawa Barat. Sekali lagi, dia mengulas iktikad baik pondok pesantren Rizieq Shihab itu.

Selama ini, Refly Harun kerap mengulas berita somasi PTPN VIII, tetapi bukan menganalisis menyeluruh sesuai ilmunya. Lahan di Desa Kuta itu menjadi lokasi salah satu markas Front Pembela Islam.

Baca Juga: Mahfud MD Dukung Lahan Markaz Syariah untuk Ponpes, FPI Diskusikan dengan Rizieq Shihab

Setelah lengkap dibangun dan dioperasikan, setelah Rizieq Shihab ramai diberitakan terkait tuduhan pelanggaran atas protokol kesehatan Covid-19 sepulang dia Arab Saudi, mendadak PTPN VIII mengirim somasi klaim atas lahan yang lama terabaikan itu.

Tak main-main, somasi atas lahan yang disengketakan itu adalah somasi pertama sekaligus yang terakhir. Padahal, menurut Refly Harun, tindakan PTPN VIII tersebut tidak tepat secara hukum.

Rizieq Shihab, menurut Refly, terbukti sebagai pihak yang beriktikad baik melakukan pembelian tanah dengan cara yang benar. Berdasarkan sertifikat dan data kepemilikan lainnya, diketahui bahwa lahan itu adalah milik dan hak penjual tanah.

"Kalau PTPN VIII merasa bahwa tanah di lokasi pesantren HRS adalah tanah mereka, yang harus dilakukan pertama, harus punya keputusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap yang menetapkan bahwa tanah tersebut adalah tanah mereka," ungkap Refly melalui akun Youtube-nya, Senin (28/12/2020).

Selain itu, apabila merasa dirugikan, yang harus ganti rugi adalah pihak yang menjual tanah kepada HRS atau pesantren HRS, bukan tanahnya kemudian dirampas kembali. Langkah tersebut pun harus dilakukan dengan berbekal putusan pengadilan.

"Dan pengadilan harus paham kalau tanah ditelantarkan 25 tahun, yang bersangkutan bisa kehilangan tanah tersebut kalau dia tidak menguasai secara fisik," jelasnya.

Sementara itu, PTPN justru bisa dikenakan pasal lantaran menelantarkan tanah yang artinya menghindarkan kewajiban.

"PTPN bisa dituduh balik menelantarkan tanah dan tidak melaksanakan kewajiban atas tanah untuk mengupayakan dan mengusahakan tanah tersebut sesuai HGU-nya. Bahkan, kalau HGU itu diperoleh dengan cara membayar, justru ada potensi kerugian negara, karena itu ditelantarkan, diupayakan orang lain dan dijual ke pihak yang beriktikad baik," ungkapnya.

Dari kondisi ini, Refly menilai Rizieq tak bisa dibilang sebagai yang "mencuri" tanah. Kecuali, kalau proses peralihannya diam-diam dan tidak legal.

"Ini prosesnya semua dilegalkan oleh Bupati, RT, RW. Harapannya ini diselesaikan secara hukum bukan politis. Karena tidak ada yang berani melanggar tangan negara kalau negara muncul sebagai otoritarian. Apalagi, FPI sekarang jadi pihak yang disasar di mana-mana," kata Refly.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Puri Mei Setyaningrum

Bagikan Artikel: