Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Banggar DPR Minta PSBB Ketat Berlaku di Daerah yang Positif Rate di atas 5%

Banggar DPR Minta PSBB Ketat Berlaku di Daerah yang Positif Rate di atas 5% Kredit Foto: Agus Aryanto
Warta Ekonomi, Jakarta -

Ketua Badan Anggaran (Banggar), DPR RI,  MH Said Abdullah meminta pemerintah memberlakukan Kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) Total dari 11-31 Januari 2021 terhadap Kabupaten/Kota se Jawa dan Bali yang positif ratenya diatas 5 persen.

Implementasi kebijakan ini tidak bisa ditunda lagi mengingat grafik penyebaran covid-19 ini menunjukkan tren kenaikan sejak dua minggu terakhir. Jika abai dengan tingginya positif rate covid-19 maka krisis kesehatan didepan mata dan semakin membahayakan.

"Saat ini, kita memasuki tahun keprihatinan nasional di bidang kesehatan dan ekonomi. Ini adalah keprihatinan  kolektif sebagai bangsa. Bahwa pandemi ini harus ditangani secara gotong royong. Untuk itu, pemerintah bersama masyarakat harus bahu membahu memutus mata rantai penyebaran virus ini," ujar Said di Jakarta, Kamis (7/1/2021).

Baca Juga: Jawa-Bali Berlakukan PSBB Ketat, OJK: Industri Jasa Keuangan Tetap Beroperasi

Menurut Said, kondisi pandemi Covid-19 kian menunjukkan tren kearah yang mengkhawatirkan bagi kesehatan rakyat dan dampaknya terhadap perekonomian nasional. 

Karena itu, PSBB total dan ketat mutlak diterapkan. "Dengan pemberlakuan kebijakan PSBB bersifat total maka tidak ada lagi aktivitas perkantoran, hotel, wisata, restoran dan belajar mengajar secara konvensional. Semuanya dilaksanakan secara daring," jelasnya. 

Meski demikian, aktivitas yang bersifat strategis seperti; distirbusi bahan makanan, tempat belanja, pekerja konstruksi dan suplay energi, pekerja medis masih diperbolehkan. Namun semuanya dilaksanakan dengan protokol kesehatan Covid19 secara ketat dan diawasi langsung oleh aparat penegak hukum.

Untuk itu kata Said pemerintah menjamin kebutuhan pangan pokok sehari-hari rakyat yang termasuk kategori sangat miskin dengan merujuk Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) pada wilayah yang ditetapkan PSBB Total. 

"Badan Anggaran DPR akan memberikan dukungan penuh agar seluruh kebutuhan anggaran untuk menjalankan kebijakan ini berjalan dengan baik, lancar dan sukses," tegas Ketua DPP PDI Perjuangan Bidang Perekonomian ini.

Lebih lanjut,  Said juga mengingatkan pemerintah agar jumlah test, tracing dan isolasi harus dengan menajemen yang baik.

Hal ini penting, mengingat, rasio test Covid19 per 1 juta penduduk masih sangat rendah, yakni hanya 27.799 ribu. Angka ini kalah jauh di bandingkan dengan dengan India yang menempati peringkat kedua dunia dari total kasus. Namun rasio test Covid19 mencapai 128.623 orang per 1 juta penduduk. 

"Kita juga kalah jauh dengan negara tetangga kita seperti Malaysia, Filipina, Singapura, Thailand, bahkan kita kalah dengan Myanmar," imbuh politisi asal Sumenep, Madura ini. 

"Saya merekomendasikan test Covid19 dinaikkan menjadi 100.000 per 1 juta penduduk dan secara konsisten naik jumlah tesnya. Manajemen tracing juga di gencarkan, dengan memobilisasi seluruh sumber daya, termasuk memastikan pengawasan isolasi pasien Covid19 terutama yang OTG berjalan dengan baik," ulasnya.

Baca Juga: Pemerintah Terapkan Kebijakan Ketat PSBB, Apa Saja Kegiatan yang Dibatasi?

Pemerintah tegas Said harus memastikan tidak saja kesediaan jumlah vaksin dan tenaga vaksinasi serta perlatan serta operasionalnya, lebih dari itu kemampuan vaksin bekerja dengan baik.

Setidaknya probalitasnya diatas 90 persen dari seluruh populasi imunitasnya bekerja dengan baik setelah divaksin. Hal ini sekaligus memastikan kekebalan kawanan (herd immunity) berjalan dengan baik. 

Sebab bila imunitas vaksin tidak maksimal, sementara vaksinasi diharapkan sebagai tonggak atau harapan kenormalan hidup paska pandemi. 

"Dan untuk menjalankan ini harus dengan ongkos anggaran yang besar, apabila gagal kita  terancam kehilangan banyak hal, sumber daya, waktu, dan nyawa rakyat," terangnya.

Said juga menambahkan pemerintah sebaiknya mengedepankan komunikasi publik yang terbuka, transparan dan bersifat partisipatif dalam penanganan Covid19.

Sebab hal itu menjadi fondasi kepercayaan bagi banyak pihak, khususnya para pelaku usaha, sehingga dasar kebijakan itu benar-benar dapat dijadikan acuan mereka menyusun rencana usaha, tidak menghadapi ketidakpastian yang berlarut-larut.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Annisa Nurfitri
Editor: Annisa Nurfitri

Bagikan Artikel: