Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Pakar Pertanahan: FPI Tak Berhak Dapat Ganti Rugi

Pakar Pertanahan: FPI Tak Berhak Dapat Ganti Rugi Kredit Foto: Istimewa
Warta Ekonomi, Jakarta -

Pakar pertanahan dari Dewan Nasional Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) Iwan Nurdin menilai, Front Pembela Indonesia (FPI) tidak berhak mendapat ganti rugi jika Pondok Pesantren Markaz Syariah di Megamendung, Bogor diambil kembali oleh PT Perkebunan Nusantara (PTPN) VIII.

Sebab, dia menilai FPI melanggar banyak Undang-Undang (UU) terkait keberadaan dan berdirinya Pondok Pesantren Alam Agrokultural Markaz Syariah FPI di atas kavling seluas kurang lebih 31,91 hektare.

Baca Juga: Jaksa Agung: Jajaran yang Aktif di FPI Bakal Ditindak Tegas!

"Terutama, UU Perkebunan mereka langgar dan ada denda yang kurang lebih Rp4 miliar kalau melakukan penyerobotan tanah perkebunan yang telah memiliki HGU," ujar Iwan, Kamis (7/1/2021).

Dia menilai, akad jual beli tanah yang dilakukan tidak dapat dibenarkan menurut hukum Indonesia. Karena, pemegang hak atas tanah adalah PTPN VIII. Dengan demikian, akad terkait lahan harus dilakukan oleh PTPN VIII.

"Bahwa akadnya hanya pengalihan penggarapan juga tidak bisa diterima. Sebab, fakta di lapangan menunjukkan FPI tidak hanya menanami lahan dengan aneka tumbuhan, tetapi juga membuat aneka bangunan," ujarnya.

Dia menambahkan, HGU yang dimiliki PTPN VIII diperuntukkan bagi usaha perkebunan, pertanian, peternakan, tambak perikanan. Sementara untuk bangunan, sertifikat dalam bentuk Hak Guna Bangunan (HGB). "Harusnya untuk perkebunan, bukan untuk pendidikan dan bangunan," imbuhnya.

Menurutnya, sudah tepat PTPN VIII meminta pengosongan lahan yang telah diduduki oleh FPI, kecuali bagi petani-petani kecil yang menggarap lahan perkebunan sekadar untuk menyambung hidup.

"PTPN harus memperlakukan semua pihak yang menduduki tanah mereka itu, apakah FPI, apakah kelompok-kelompok lainnnya itu dengan cara yang sama, kecuali adalah petani-petani kecil dan penggarap karena mereka menggarap lahan itu biasanya untuk menyambung hidup. Untuk hal begitu, ada yang namanya di negara kita itu disebut reforma agraria," pungkasnya.

Sementara itu, Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum dan Keamanan Mahfud MD membantah klaim FPI yang menyebut tanah negara di Megamendung, Bogor masuk dalam kategori tanah terlantar. Mahfud MD menjelaskan Hak Guna Usaha (HGU) kepada PTPN VIII baru dilakukan 2008.

"Pemerintah itu baru memberi HGU kepada PTPN VIII tahun 2008. Kan belum 30 tahun. Berarti tidak diurusi oleh PTPN belum 30 tahun karena HGU-nya itu baru diperoleh tahun 2008. Kalau diklaim tahun 2013, berarti kan baru 5 tahun sejak PTPN mendapat HGU dari pemerintah. Kita lihat nanti,” kata Mahfud di Jakarta, Senin (28/12/2020).

Lebih lanjut Mahfud MD membeberkan, pemerintah akan menyelidiki dari siapa FPI dan Habib Rizieq Shihab membeli tanah tersebut sehingga dibangun pondok pesantren di atas lahan tersebut. Semua akan diselidiki kapan dibelinya dan bagaimana proses pembeliannya. Kemudian bagaimana bisa diklaim telah ditelantarkan selama 30 tahun oleh negara.

"Silakan aja apa kata hukum tentang itu semua. Nah, sekarang ya kita pastikan dulu, petaninya apa betul sudah 20 tahun di situ. Yang kedua, HGU itu sebenarnya baru dimiliki secara resmi tahun 2008 sehingga kalau 2013 ketika tanah itu dibeli oleh Habib Rizieq itu sebenarnya belum 20 tahun digarap oleh petani kalau dihitung sejak per pemberiannya oleh negara, pengurusannya oleh negara terhadap, apa namanya PTPN VIII dan seterusnya. Mari kita selesaikan ini secara baik-baik," kata Mahfud.

Baca Juga: Imigrasi Depak WN Turki dari Bali gegara Sembunyikan Buronan

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Puri Mei Setyaningrum

Bagikan Artikel: