Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Karena Alasan Ini, Panti Sosial dan Rumah Sakit Jiwa Sangat Mungkin Jadi Klaster Baru Corona

Karena Alasan Ini, Panti Sosial dan Rumah Sakit Jiwa Sangat Mungkin Jadi Klaster Baru Corona Kredit Foto: Unsplash/Glen Carrie

Edukasi, lanjutnya, juga diberikan pada pasien ODGJ yang tidak terpapar virus corona, demi memutus mata rantai penularan COVID-19 di rumah sakit itu.

"Kita pisahkan dan kita kasih pengertian edukasi ke mereka supaya tidak berkeliaran dan tidak kontak dengan temannya," cetus Nasaruddin.

Walau demikian, Direktur RSKD Dadi Makassar, dr Aman Bausat menjelaskan kendala sulitnya memberikan pemahaman pada para pasien tentang bahaya virus corona.

"Orang ODGJ itu kan yang bermasalah kan mentalnya bukan fisiknya, mentalnya yang bermasalah jadi waktu dia kena penyakit fisik, virus itu kan [menyerang] fisik, ini kan orangnya mentalnya sudah susah di kontrol."

"Jadi apapun kita edukasi, kadang-kadang penerimaannya mungkin tidak bisa maksimal tetapi ada program edukasi, diingatkan jaga kebersihan, cuci tangan tapi kan yang bermasalah ini mentalnya," jelas Aman.

Lebih lanjut, Aman memastikan penambahan kasus COVID-19 di bangsal khusus ODGJ sudah terhenti, ditunjukkan dengan tren penurunan kasus yang sudah terjadi.

"Karena dari 91 tinggal 68 artinya ada pasien OTG dianggap sudah sembuh kemudian penambahan kasus untuk jiwa berkurang," jelas Aman.

Ia menjelaskan penyebab ditemukannya kasus Covid-19 di antara penyandang disabilitas mental di rumah sakit itu karena ketika menerima pasien ODGJ yang dirujuk ke RS Dadi, hanya berbekal hasil tes cepat (rapid test) yang keakuratannya dipertanyakan.

"Rapid-nya negatif kita terima tapi kan kita tahu rapid test zaman dulu kan antibodi-kan sensitivitasnya terbatas, banyak yang rapid-nya negatif ternyata positif SWAB-nya, itu yang membawa," kata Aman

Ketika kasus Covid-19 di bangsal khusus ODGJ mulau meningkat, ia kemudian menginstruksikan melakukan tes PCR (polymerase chain reaction).

"Setelah kami tracing langsung kami pisahkan, pilah-pilah yang positif di gedung tertentu, yang negatif sendiri, itu saja," jelas Aman.

Ia melanjutkan, protokol penanganan OTG bagi pasien penyandang disabilitas mental di rumah sakitnya adalah "kita pantau saja, kasih vitamin, makan yang cukup, istirahat yang cukup".

Direktur Pencegahan dan Pengendalian Masalah Kesehatan Jiwa dan NAPSA di Kementerian Kesehatan, Siti Khalimah, mengungkapkan di awal pandemi pemerintah sudah menempuh kebijakan mengurangi hunian, baik untuk rawat inap dan rawat jalan, di sejumlah rumah sakit jiwa.

"Di akhir-akhir bulan ini memang terjadi peningkatan kunjungan lagi untuk pasien jiwa. Karena ternyata dengan penurunan tingkat hunian, tidak semua keluarga bisa mengatasi kondisi pasien sendiri di rumah," jelas Siti.

Kondisi tempat perawatan penyandang disabilitas mental di rumah sakit jiwa yang berbentuk bangsal yang dihuni oleh setidaknya lebih dari 10 orang, menurut Siti, "meningkatkan risiko penularan".

Selain itu, kondisi mental mereka juga menjadi faktor yang meningkatkan risiko penularan.

"Karena mereka mengalami gangguan kognitif dan gangguan proses pikir, mereka agak kesulitan menerima edukasi," kata Siti.

Siti mencontohkan, ketika ia masih menjabat sebagai kepala Rumah Sakit Jiwa Lawang di Jawa Tengah, ia kesulitan untuk mewajibkan seluruh pasien mengenakan masker.

"Saya minta mereka pakai masker, itu sulitnya setengah mati karena mereka agak sulit diberikan pemahaman," ujarnya.

Kesulitan juga ia alami ketika memberikan edukasi kepada mereka untuk membiasakan diri mencuci tangan.

"Menjaga jarak juga begitu, karena memang mereka dalam satu sal, mungkin tempat tidurnya bisa kita jarang-jarangkan, tapi kan orangnya ini berkumpul terus karena secara fisik mereka tidak sakit, yang sakit proses pikirnya," ungkap Siti.

Pengawasan ketat pada pasokan bahan makanan

Kasus Covid-19 yang dialami oleh penyandang disabilitas mental di RS Dadi Makassar, menambah daftar panjang penyandang disabilitas mental yang terpapar virus corona.

Pada akhir Desember lalu, sebanyak 221 peyandang disabilitas mental di Panti Sosial Bina Laras Harapan Sentosa 2 di Cipayung, Jakarta, juga terkonfirmasi virus corona.

Padahal, panti sosial itu dikelola oleh Dinas Sosial DKI Jakarta.

Sama seperti yang terjadi di RS Dadi Makassar, pasien Covid-19 di panti sosial itu berstatus OTG.

"Saya juga belum tahu darimana penyakit itu bisa datang ke panti kami, sebab semuanya dalam kondisi seperti orang sehat (OTG). Tidak ada demam, batuk atau gejala lainnya," uajr Kepala Panti Bina Laras Harapan Sentosa Cipayung, Tuti Sulistianingsih pada Senin (04/01), seperti dikutip dari kantor berita Antara.

Untuk memutus mata rantai penyebaran Covid-19 kepada lebih dari 1.000 warga binaan panti dan lebih dari 100 petugas perawat, Tuti mengatakan pihaknya telah menerapkan pengawasan ketat pada pasokan bahan makanan dari pasar tradisional.

Distribusi pasokan bahakan makanan dari pasar tradisional untuk kebutuhan konsumsi warga binaan itu diduga sebagai penyebab kemunculan kasus Covid-19 di panti sosial tersebut.

Selain itu, Tuti menambahkan, pihaknya tidak menerima atau memulangkan warga binaan untuk sementara untuk mencegah gelombang penularan lebih lanjut

"Kita stop dulu. Biarkan warga binaan ini mengisolasi diri sampai situasi benar-benar baik untuk mereka.

Yeni Rosa Damayanti dari Perhimpunan Jiwa Sehat, organisasi yang mengadvokasi pemenuhan hak penyandang disabilitas mental, mengatakan lonjakan kasus di panti-panti sosial, menunjukkan "ada banyak hal yang salah dalam panti".

"Mulai kondisi mereka yang rentan, berdesak-desakan, sanitasi yang buruk. Kemudian bahwa petugas bisa keluar masuk area panti tanpa protokol yang ketat," jelas Yeni.

Halaman:

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Muhammad Syahrianto

Tag Terkait:

Bagikan Artikel: