Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Karena Alasan Ini, Panti Sosial dan Rumah Sakit Jiwa Sangat Mungkin Jadi Klaster Baru Corona

Karena Alasan Ini, Panti Sosial dan Rumah Sakit Jiwa Sangat Mungkin Jadi Klaster Baru Corona Kredit Foto: Unsplash/Glen Carrie

Pemasungan melonjak 20%

Lebih jauh, Yeni Rosa Damayanti menambahkan kendati kondisi penyandang disabilitas mental di panti sosial milik pemerintah lebih terjamin, hal yang sama tidak dialami oleh kebanyakan dari mereka yang menjadi warga binaan panti sosial yang dikelola swasta.

"Banyak panti-panti swasta di Jawa Barat, di Jawa Tengah, Jawa Timur itu yang kondisinya itu sangat mengenaskan, bahkan di situ banyak penghuni panti yang dirantai," jelas Yeni.

Merujuk investigasi yang dilakukan Perhimpunan Jiwa Sehat terhadap sejumlah panti sosial swasta, ia mengungkap sebuah panti di Jawa Tengah yang "semua penghuni dipasung, dirantai yang ditanam ke balok beton yang berat".

Kondisi gizi mereka, kata Yeni, juga "sangat buruk".

Ia menggambarkan kondisi fisik para penghuni "kurus kering" dan di sejumlah panti "banyak terjadi kekerasan".

"Mereka digunduli, mereka mengalami kekerasan fisik dan verbal dan perempuannya sangat rentan mengalami kekerasan seksual," ungkap Yeni.

"Semua hal ini kondisi yang berdesakan tidak boleh keluar dan gizi yang kurang tentunya sangat rentan dengan virus corona yang menimbulkan COVID-19," jelasnya.

_116392437_23b545d9-0e86-4301-8593-58e3053faf7f.jpg

Muhamad Hafiz dari Koalisi HAM Human Rights Working Group (HRWG) menambahkan situasi panti sosial yang seperti itu seharusnya menjadi perhatian serius dalam penanganan dan pencegahan kasus COVID-19.

Sebab, kapasitas, sanitasi, dan gizi di dalam panti relatif tidak layak.

"Petugas yang keluar masuk tanpa melakukan protokol kesehatan yang ketat, bangunan panti yang cenderung tertutup, sanitasi yang buruk dan gizi yang tidak memadai, hingga pemasungan atau perantaian yang masih terjadi, sangat berpotensi meningkatkan risiko penyebaran virus di dalam panti sosial," kata Hafiz.

Direktur Pencegahan dan Pengendalian Masalah Kesehatan Jiwa dan NAPZA di Kementerian Kesehatan, Siti Khalimah, mengakui bahwa selama pandemi, pemasungan terhadap penyandang disabilitas mental meningkat 20%.

Peningkatan pemasungan, kata Siti disebabkan keluarga mengalami kesulitan ketika merawat penyandang disabilitas mental di tengah kebijakan penurunan hunian di RSJ.

"Penyebabnya itu tadi karena dia nggak bisa kontrol, kemudian keluarganya kesulitan untuk membuat pasien minum obat, dan mereka (pasien) biasanya tidak merasa sakit."

"Seringkali keluarga nggak sanggup sehingga akhirnya gelisah, tidak bisa dibawa ke rumah sakit jiwa, akhirnya dipasung. Angka pasung ini jadi meningkat 20% dibanding tahun sebelumnya.

Merujuk data Kementerian Kesehatan, sebelum pandemi kasus pasung di seluruh Indonesia berjumlah 5.227 kasus. Namun saat pandemi, jumlahnya bertambah menjadi 6.278.

Jawa Timur mencatat pelonjakan kasus pasung tertinggi dengan jumlah 2.302, dari sebelumnya 961 kasus.

Andreas Harsono dari Human Rights Watch mengatakan peningkatan pemasungan terhadap penyandang disabilitas mental kontraproduktif dengan upaya pemerintah yang pada 2017 membuat nota kesepahaman antara Kementerian Sosial dan kepolisian Indonesia, yang menyebut bahwa polisi bisa bertindak untuk membebaskan orang-orang yang dipasung.

"Tapi sampai sekarang masih terjadi, orang dikerangkeng dan dipasung," kata Andreas.

Sejak 1977 pemasungan - dalam bentuk dirantai, atau dikurung dalam teralis besi - dilarang di Indonesia.

Lebih lanjut, Andreas menuturkan protokol kesehatan seperti mengenakan masker, cuci tangan dan jaga jarak, sulit diterapkan bagi mereka yang dipasung.

Sebab, mereka tidak memiliki akses pada hal-hal dasar dalam hal kebersihan.

"Dalam ruangan kecil, apalagi dirantai dengan ventilasi kecil, dalam suatu ruang bisa beberapa orang, bagaimana bisa menjaga jarak? Jadi, pasung ini harus segera dihentikan," tegas Andreas.

Halaman:

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Muhammad Syahrianto

Tag Terkait:

Bagikan Artikel: