Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Di Tengah Keraguan, Arab Saudi Ternyata Hanya Lakukan 27 Hukuman Mati dari 184 Kasus

Di Tengah Keraguan, Arab Saudi Ternyata Hanya Lakukan 27 Hukuman Mati dari 184 Kasus Kredit Foto: Reuters/Stringer
Warta Ekonomi, Riyadh -

Arab Saudi secara dramatis mengurangi jumlah eksekusi mati dari 184 hukuman pada 2019 menjadi 27 hukuman tahun lalu menyusul perubahan pada undang-undang pidana.

Jumlah eksekusi mati di Arab Saudi turun drastis tahun lalu setelah kerajaan berhenti melaksanakan hukuman mati untuk kejahatan terkait narkoba tanpa kekerasan.

Baca Juga: Agenda Rahasia MBS-Netanyahu Bocor, Arab Saudi Murka ke Israel

Komisi Hak Asasi Manusia (HRC) pemerintah Saudi mengatakan pada Senin (18/1) jika mereka mendokumentasikan 27 eksekusi pada tahun 2020. Itu dibandingkan dengan angka tertinggi sepanjang masa yaitu 184 eksekusi pada tahun sebelumnya seperti yang didokumentasikan Amnesty International dan Human Rights Watch.

Perubahan tersebut mewakili pengurangan 85 persen jumlah orang yang dihukum mati tahun lalu, dibandingkan dengan 2019.

“Penurunan tajam tersebut sebagian disebabkan oleh moratorium hukuman mati untuk pelanggaran terkait narkoba,” terang Komisi hak Saudi, dikutip Daily Mail.

Meski tidak jelas siapa yang memerintahkan hakim untuk menghentikan eksekusi, namun Putra Mahkota Saudi Mohammad bin Salman sempat berjanji pada 2018 untuk meminimalkan penggunaan hukuman mati sebagai bagian dari reformasi sosial untuk memodernisasi negara.

Ketika ditanya The Associated Press, komisi tersebut mengatakan undang-undang baru yang memerintahkan penghentian eksekusi tersebut mulai berlaku sekitar tahun lalu.

Arahan baru untuk hakim tampaknya tidak dipublikasikan secara terbuka dan tidak jelas apakah undang-undang tersebut diubah oleh keputusan kerajaan, seperti yang biasanya terjadi.

“Moratorium pelanggaran terkait narkoba berarti kerajaan memberi lebih banyak penjahat nir-kekerasan kesempatan kedua,” kata Presiden Komisi Hak Asasi Manusia pemerintah, Awwad Alawwad.

Dalam pernyataan yang diperoleh AP, dia mengatakan perubahan itu merupakan tanda jika sistem peradilan Saudi lebih fokus pada rehabilitasi dan pencegahan daripada hanya pada hukuman.

Menurut Human Rights Watch, hanya ada lima eksekusi mati untuk kejahatan terkait narkoba tahun lalu di Arab Saudi, semuanya dilakukan pada Januari 2020.

Deputi Direktur Human Rights Watch Timur Tengah Adam Coogle mengatakan penurunan eksekusi adalah pertanda positif, tetapi otoritas Saudi juga harus mengatasi sistem peradilan pidana negara yang sangat tidak adil dan bias yang menjatuhkan hukuman-hukuman ini.

“Ketika pihak berwenang mengumumkan reformasi, jaksa penuntut Saudi masih mencari hukuman mati bagi tahanan profil tinggi bukan gagasan damai karena afiliasi politik mereka,” terangnya.

“Arab Saudi harus segera mengakhiri semua eksekusi dan hukuman mati untuk kejahatan tanpa kekerasan,” lanjutnya.

Diketahui, Arab Saudi melakukan eksekusi terutama dengan pemenggalan kepala dan terkadang di depan umum. Kerajaan berpendapat eksekusi publik bagi para pengedar narkoba berfungsi sebagai pencegah untuk memerangi kejahatan.

Selama bertahun-tahun, jumlah eksekusi yang tinggi di kerajaan sebagian besar disebabkan oleh jumlah orang yang dieksekusi karena pelanggaran yang tidak mematikan. Hakim memiliki keleluasaan luas untuk diputuskan, terutama untuk kejahatan terkait narkoba.

Amnesty International menempatkan Arab Saudi sebagai negara ketiga di dunia untuk jumlah eksekusi tertinggi pada 2019. Menyusul China dengan jumlah eksekusi diyakini mencapai ribuan, dan Iran.

Di antara mereka yang dihukum mati tahun itu adalah 32 minoritas Syiah yang dihukum atas tuduhan terorisme terkait partisipasi mereka dalam protes anti-pemerintah dan bentrokan dengan polisi.

Sementara beberapa kejahatan, seperti pembunuhan yang direncanakan, menerima hukuman tetap di bawah interpretasi hukum Islam Saudi, atau Syariah.

Kemudian pelanggaran terkait narkoba dianggap “ta’zir”, yang berarti baik kejahatan maupun hukuman tidak didefinisikan dalam Islam. Keputusan diskresioner untuk kejahatan “ta’zir” menyebabkan putusan sewenang-wenang dengan hasil yang kontroversial.

Kelompok hak asasi independen telah lama mengritik pihak kerajaan karena menerapkan hukuman mati untuk kejahatan tanpa kekerasan terkait perdagangan narkoba.

Banyak dari mereka yang dieksekusi karena kejahatan semacam itu adalah orang Yaman yang miskin atau penyelundup narkoba tingkat rendah keturunan Asia Selatan. Biasanya mereka tidak memiliki pengetahuan bahasa Arab dan tidak dapat memahami atau membaca tuduhan terhadap mereka di pengadilan.

Baca Juga: Imigrasi Depak WN Turki dari Bali gegara Sembunyikan Buronan

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Muhammad Syahrianto

Tag Terkait:

Bagikan Artikel: