Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Minyak Sawit: Tancapkan Tombak Lebih dalam di Pasar Afrika

Minyak Sawit: Tancapkan Tombak Lebih dalam di Pasar Afrika Kredit Foto: Antara/Syifa Yulinnas
Warta Ekonomi, Jakarta -

Sebagai produsen dan eksportir minyak sawit terbesar di dunia, Indonesia masih saja menghadapi trade barrier dan proteksionisme dari negara-negara maju seperti Uni Eropa, Inggris, dan Amerika Serikat. Mengingat kondisi ini, Pemerintah Indonesia dan pelaku industri sawit perlu mengambil langkah mitigasi terhadap kebijakan perdagangan yang menghambat produk sawit tersebut.

"Diversifikasi pasar ekspor minyak sawit (dan produk turunannya) ke pasar nontradisional merupakan strategi yang tepat untuk mengurangi ketergantungan eksportir Indonesia terhadap pasar tradisional yang menerapkan trade barrier terhadap produk sawit," seperti dikutip dari laman Palm Oil Indonesia Asia.

Baca Juga: Uni Eropa Coba Ubrak-Abrik Sawit Nasional, Mendag Lutfi Siap Hadapi

Sebagai negara asal kelapa sawit, produsen, sekaligus importir minyak sawit dan produk turunannya, Afrika menjadi salah satu pasar yang cukup potensial sebagai tujuan ekspor produk sawit Indonesia.

Data Trademap menunjukkan, selama periode lima tahun terakhir, ekspor minyak sawit (CPO dan RPO) Indonesia ke negara-negara di kawasan Afrika menunjukkan pertumbuhan positif dengan rata-rata volume sebesar 3,35 juta ton dengan nilai ekspor sebesar US$2,15 miliar per tahun (atau sekitar Rp30,315 triliun). Negara kawasan Afrika yang menjadi tujuan utama ekspor minyak sawit Indonesia di antaranya Mesir (3,9 persen), Tanzania (1,3 persen), dan Afrika Selatan (1,1 persen), sedangkan pangsa negara-negara Afrika lainnya di bawah 1 persen.

Founder/Chief Strategist 3XG UK Consulting Ltd., Aban Ofon, dalam webinar Virtual Indonesia Palm Oil Conferences (IPOC) 2020 yang diselenggarakan oleh Gapki pada awal Desember 2020 lalu, mengatakan bahwa Indonesia memiliki potensi yang oportunistik untuk mengekspor ke sejumlah negara, yaitu Aljazair, Sudan, Liberia, Kamerun, dan Sierra Leone. Sementara, potensi ekspor yang konstruktif berada di Mesir, Kenya, Afrika Selatan, Tanzania, Ethiopia, Djibouti, Mozambique, Mauritania, Republik Demokratik Kongo, dan Rwanda.

Senada dengan hal ini, Ketua umum Gapki, Joko Supriyono, menyebutkan bahwa pertumbuhan ekspor ke negara kawasan tersebut cukup bagus setiap tahunnya, meskipun volume perdagangannya dalam partai kecil atau small pack dalam bentuk 200 ton atau 500 ton.

Hal tersebut berkorelasi dengan salah satu hambatan yang dimiliki oleh negara di kawasan Afrika yang tidak memiliki tanki besar di pelabuhan untuk menyimpan stok minyak sawit. Kondisi tersebut dapat dimanfaatkan oleh Indonesia untuk mengekspor minyak sawit olahan dalam bentuk cair dengan pengemasan dengan ukuran 25 kilogram.

"Namun, hingga saat ini potensi pasar produk kemasan belum dimanfaatkan oleh Indonesia. Ekspor minyak sawit Indonesia ke Afrika saat ini masih dalam bentuk curah dengan tanki kontainer atau belum dalam bentuk kemasan atau jerigen. Tantangan kebutuhan minyak sawit kemasan sebagai solusi dari minimnya tanki di negara-negara Afrika justru dijawab oleh negara-negara Timur Tengah melalui industri pengemasanya yang kemudian mengekspor minyak goreng sawit kemasan ke pasar Afrika," seperti dikutip dari laman Palm Oil Indonesia Asia.

Strategi lain yang dapat dimanfaatkan Indonesia untuk makin menguasai pasar Afrika adalah dengan melakukan diversifikasi produk, khususnya produk pangan berbasis minyak sawit sesuai dengan preferensi konsumen di negara tersebut. Konsumen di kawasan negara Afrika kurang menyukai minyak goreng sawit yang banyak dijual di Indonesia. Mereka lebih menyukai minyak sawit alami yang minim proses pengolahan (red pam oil/RPO).

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Ellisa Agri Elfadina
Editor: Puri Mei Setyaningrum

Bagikan Artikel: