Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Pengguna Capai 2,3 Juta, Rokok Elektrik Butuh Kepastian Regulasi

Pengguna Capai 2,3 Juta, Rokok Elektrik Butuh Kepastian Regulasi Kredit Foto: Unsplash/Muhammed Alzaeem
Warta Ekonomi, Jakarta -

Pemerintah diminta segera menyelesaikan regulasi terkait produk hasil pengolahan tembakau lainnya (HPTL). Sebab, potensi ekonomi dari sektor ini dinilai cukup menjanjikan.

Sekadar informasi, HPTL merupakan hasil tembakau yang dibuat dari daun tembakau selain yang disebut sigaret, cerutu, rokok daun, dan tembakau iris. Beberapa contoh produk HPTL di Indonesia  antara lain rokok elektrik (vape) tembakau yang dipanaskan, tembakau kunyak, maupun kantong niktoin (nicotine patch).

Baca Juga: Patroli Laut Bea Cukai Gagalkan Aksi Penyelundupan Rokok Ilegal di Wilayah Perairan Riau

Kepala Pusat Studi Konstitusi Universitas Trisakti, Trubus Rahadiansyah, mengatakan bahwa para perokok dewasa di Indonesia menggunakan rokok elektrik (vape) sebagai alat bantu untuk mengurangi konsumsi rokok konvensional.

Pada tahun 2020 saja, pengguna vape di Indonesia telah mencapai 2,3 juta jiwa. Sementara, penjual vape telah mencapai 5.000 toko. Maka dari itu, lanjut Trubus, dibutuhkan regulasi yang jelas untuk melindungi konsumen, terutama terkait standardisasi produk dan pencegahan produk ilegal.

"Regulasinya (untuk HPTL) harus tersendiri. Namun, sampai hari ini memang produksinya masih relatif kecil. Kalau idealnya, harusnya dibuat aturan tersendiri yang terpisah dari peraturan produk tembakau konvensional," kata Trubus di Jakarta, Kamis (21/1/2021).

Menurutnya, sudah ada beberapa negara yang telah menerapkan regulasi tentang produk HTPL seperti mekanisme penggunaan dan sanksi. Misalnya Inggris.

Sementara itu, Kepala Subdirektorat Program Pengembangan Industri Minuman, Hasil Tembakau, dan Bahan Penyegar, Kementerian Perindustrian Mogadishu Djati Ertanto mengungkapkan, saat ini pihaknya telah menyelesaikan konsensus SNI Hasil Tembakau Dipanaskan (HTP) yang saat ini baru saja melalui tahap jajak pendapat.

"Kementerian Perindustrian juga mengusulkan penyusunan RSNI E-liquid di tahun 2021. Untuk menetapkan SNI wajib, kami tentu sangat berhati-hati. Dari ratusan jenis produk makanan dan minuman, kami hanya terapkan enam SNI wajib. Karena hal ini (SNI wajib) akan berlaku untuk produk impor maupun dalam negeri, industri kecil maupun industri besar. Jadi, kami selekif sekali untuk menetapkan SNI wajib, jangan sampai itu menjadi senjata makan tuan. Jangan sampai industri dalam negeri jadi terbebani atau bahkan tutup," pungkasnya.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Boyke P. Siregar
Editor: Puri Mei Setyaningrum

Bagikan Artikel: