Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Lebih Islamofobia hingga Mau Larang Pemakaian Jilbab di Prancis, Pesaing Macron Banjir Dukungan

Lebih Islamofobia hingga Mau Larang Pemakaian Jilbab di Prancis, Pesaing Macron Banjir Dukungan Kredit Foto: Antara/Basri Marzuki
Warta Ekonomi, Jakarta -

Pemimpin sayap kanan Prancis, Marine Le Pen, mengusulkan larangan jilbab bagi umat Muslim di semua tempat umum. Usulan ini dinilai sebagai langkah untuk membangun rekor jajak pendapat yang baru ini menempatkan ia hampir head to head dengan Presiden Emmanuel Macron .

Kebijakan jilbab, yang akan digugat di pengadilan dan hampir pasti akan dianggap inkonstitusional, membuat wanita berusia 53 tahun itu kembali ke tema kampanye yang familier, 15 bulan jelang pemilihan presiden 2022 di negara itu.

"Saya menganggap jilbab adalah pakaian Islam," kata Le Pen kepada wartawan pada konferensi pers di mana dia mengusulkan undang-undang baru untuk melarang ideologi Islam yang disebutnya totaliter dan membunuh seperti dikutip dari Al Araby, Sabtu (30/1/2021).

Baca Juga: Dianggap Ikut Natalan, Pemuda Muslim Disergap dan Dikeroyok Sekelompok Muslim Prancis

Pemenggalan kepala Samuel Paty di sebuah kota di barat laut Paris menghidupkan kembali argumen pahit di Prancis tentang imigrasi dan ancaman Islamisme, sekaligus menyebabkan krisis internasional yang besar bagi Macron.

Guru sekolah menengah itu diserang di jalan oleh seorang ekstremis berusia 18 tahun setelah dia menunjukkan kartun satir Nabi Muhammad SAW kepada murid-muridnya selama kelas kewarganegaraan tentang kebebasan berbicara.

Pemenggalan kepala Samuel Paty di sebuah kota di barat laut Paris menghidupkan kembali argumen pahit di Prancis tentang imigrasi dan ancaman Islamisme, sekaligus menyebabkan krisis internasional yang besar bagi Macron.

Baca Juga: Anggap Prancis Gagal Tangani Kasus Kartun Nabi, Putin Sindir Keras Macron

Guru sekolah menengah itu diserang di jalan oleh seorang ekstremis berusia 18 tahun setelah dia menunjukkan kartun satir Nabi Muhammad SAW kepada murid-muridnya selama kelas kewarganegaraan tentang kebebasan berbicara.

Macron sangat mendukung hak untuk kebebasan berbicara. "Kami tidak akan berhenti menggambar kartun," ujarnya.

Pernyataan itu berbeda dengan media Prancis dan bahkan pemerintah kota menantang penerbitan kembali karikatur, yang menyinggung banyak umat Muslim.

Pemimpin Prancis itu dikecam sebagai Islamofobia oleh para pengkritik di luar negeri, terutama Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan, dan protes anti-Prancis terjadi di banyak negara mayoritas Muslim dari Bangladesh hingga Lebanon.

Menanggapi kematian Paty, pemerintah Macron menutup sejumlah organisasi yang dianggap Islamis dan menyusun undang-undang yang awalnya disebut "RUU anti-separatisme" yang menindak pendanaan asing untuk organisasi Islam.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Annisa Nurfitri

Bagikan Artikel: