Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Safari ke Ormas Islam, Listyo Sigit Prabowo Disebut Ingin Tunjukkan 'Wajah Jokowi'

Safari ke Ormas Islam, Listyo Sigit Prabowo Disebut Ingin Tunjukkan 'Wajah Jokowi' Kredit Foto: Antara/HO/Setpres-Kris
Warta Ekonomi, Jakarta -

Pengamat Organisasi Islam UIN Syarif Hidayatullah, Prof Sukron Kamil, menilai, ada dua hal yang dapat dilihat dari roadshow Kapolri Listyo Sigit Prabowo yang sowan ke sejumlah organisasi masyarakat (ormas) berbasis Islam. Pertama adalah kerangka politik modern, kemudian kerangka secara politik di Indonesia. Sikap Listyo juga sebagai representasi kebijakan politik Islam Presiden Joko Widodo.

"Pertama kalau dilihat dari sisi politik modern, saya kira kunjungan itu memang positif karena secara umum kalau dilihat dari perspektif civil society ormas Islam itu menjadi CSO atau civil society organization," ujar Syukro Kamil saat dihubungi, Minggu (31/1/2021).

Baca Juga: Kapolri Jenderal Listyo Silaturahmi ke Panglima TNI, Ternyata Ini yang Dibahas

Menurut Sukron, dalam teori politik modern, negara itu tidak cukup menjalankan tugasnya hanya dengan kerja sama antarlembaga negara baik eksekutif dengan legislatif maupun dengan yudikatif, tapi juga dengan civil society. Tentunya, yang memiliki ciri kemandirian dan mampu melakukan kritik terhadap pemerintah jika pemerintah itu melenceng.

Tentu saja, lanjut Sukron, keharusan sebagai abdi bangsa, tetapi di sisi lain pada program-program di mana dua lembaga itu memiliki sisi persamaan dan harus bekerja sama dengan negara. Di sinilah, kata Sukron, Listyo menerapkan sisi tersebut sebagai program presisi-nya. Jenderal bintang empat itu dinilai ingin merangkul ormas-ormas Islam di dalam melaksanakan beberapa program kerjanya. Karena menurutnya, sejak dulu ulama telah menjadi pemimpin alamiah dari masyarakat.

"Di sisi inilah saya kira sebuah cara menjalankan pemerintahan, yang dianggap cukup baik dilihat dari sisi kerja sama negara dengan kekuatan civil society," kata Syukron.

Kedua, lanjut Sukron, memang di dalam sejarah Indonesia ada problem untuk beberapa pimpinan yang kerap terjadi penolakan. Misalnya, dulu pernah terhadap kapolri yang statusnya adalah bukan Muslim. Listyo sendiri orang Nasrani yang memiliki kedekatan dengan presiden Joko Widodo (Jokowi). Tentu saja, klaim Sukron, ini jadi bagian dari Listyo dalam mendapatkan dukungan sosial politik dari kekuatan masyarakat, dari tiga ormas yang telah dikunjungi, yaitu Nahdlatul Ulama (NU), Muhammadiyah, dan Rabithah Awaliyah.

Menurut Sukron, jika dilihat dari sisi analisis politik kontemporer Indonesia, kesan Jokowi anti-Islam masih sangat kuat meskipun wakil presiden adalah tokoh besar NU dan mantan ketua umum MUI. Terutama setelah pembubaran Front Pembela Islam (FPI). Apalagi enam anggota FPI menjadi korban bentrokan dengan polisi yang diduga terjadi pelanggaran HAM. Karena itu, Syukron memahami, sowan Listyo Sigit terhadap ormas-ormas Islam.

"Seolah-olah dia ingin bicara bahwa Polri dengan ormas-ormas yang menjadi ormas utama Islam di Indonesia, yaitu Muhammadiyah dan NU itu tidak ada masalah meskipun negara pemerintah membubarkan FPI," kata Syukron.

Sukron menilai, kapolri baru merepresentasikan Pemerintahan Jokowi secara umum yang ingin mengurangi sisi bahwasanya kebebasan politik sedang mengalami penurunan. Terutama kebebasan politik bagi kalangan yang disebut "Islam Politik". Padahal, pada masa reformasi itu, semua kekuatan Islam, baik Islam kultural maupun politik, diberi ruang yang luas. Namun, tidak pada saat ini, meski partai-partai politik masih masih diberi ruang.

"Jokowi itu soal kebijakan politik Islam-nya ada kecenderungan melanjutkan kebijakan politik Islam semasa Hindia Belanda yang dilanjutkan oleh Soekarno dan juga dilanjutkan oleh Presiden Soeharto," ungkap Syukron.

Artinya, sambung Sukron, Islam yang diakomodasi saat ini berada di ranah kultural, terutama di wilayah ibadah hukum keluarga. Di dalam konteks ini, ada sinyal bahwa seolah-olah selama ormas Islam tidak menyinggung persoalan politik utama, malah akan diberi ruang, bahkan kerja sama.

"Yang punya visi Islam politis yang kultural dan yang kultural inilah yang diperhatikan oleh negara bahkan ingin bekerja sama," kata Sukron.

Baca Juga: Imigrasi Depak WN Turki dari Bali gegara Sembunyikan Buronan

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Puri Mei Setyaningrum

Bagikan Artikel: