Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

BNPT Ungkap 2.000 Masyarakat Indonesia Terlibat Kasus Terorisme hingga ke Irak dan Suriah

BNPT Ungkap 2.000 Masyarakat Indonesia Terlibat Kasus Terorisme hingga ke Irak dan Suriah Kredit Foto: Antara/Feny Selly
Warta Ekonomi, Jakarta -

Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Komjen Pol Boy Rafli Amar membeberkan, hampir 2.000 masyarakat Indonesia terjerat kasus tindak pidana terorisme. Data itu, kata Boy, tercatat sejak sekira 20 tahun ke belakang.

Demikian diungkapkan Boy Rafli Amar saat jumpa pers sekaligus sosialisasi Peraturan Presiden (Presiden) Nomor 7 Tahun 2021 tentang Rencana Aksi Nasional Pencegahan dan Penanggulangan Ekstrisme (RAN-PE) yang digelar secara daring.

Baca Juga: Alhamdulillah, DK PBB Bulatkan Suara Dukung Resolusi Penanggulangan Terorisme Indonesia

"Sudah hampir 2.000 masyarakat Indonesia terkena berkaitan dengan kasus tindak pidana terorisme, setidak-tidaknya dalam kurun waktu 20 tahun terakhir," beber Boy Rafli Amar dalam tayangan yang diunggah oleh akun YouTube milik Humas BNPT, Jumat (5/2/2021). 

Bahkan, sambung Boy, hingga saat ini masih banyak masyarakat yang terpapar paham radikalisme hingga nekat berangkat ke Irak dan Suriah. Berdasarkan catatan yang dikantongi Boy, ada 1.250-an orang yang telah berangkat ke Irak dan Suriah.

"Jadi tercatat dari data keberangkatan itu, ada 1.250-an, dimana sebagian mereka sudah mati, sebagian mereka ditahan, yang wanita di dalam camp pengungsian, anak-anak juga demikian," terangnya. 

Hal itu terjadi akibat adanya proses radikalisasi masif yang terjadi baik face to face maupun lewat media sosial. Kemudian, paham-paham radikalisme itu memengaruhi cara berpikir dan sikap seseorang untuk menjadi ekstrem. "Dalam artian di sini, setuju dengan tawaran-tawaran seperti itu.

Kalau dia tidak setuju, dia tidak akan berangkat. Jadi itu bukti bahwa alam pikirannya dipengaruhi hingga akhirnya dia setuju, dia berangkat. Demikian juga yang di dalam negeri, yang terlibat aksi kekerasan, itu dikarenakan cara berpikirnya sudah berlebihan ekstrem, tak lagi menghargai hukum, demokrasi, konstitusi, tidak menghargai nilai-nilai kemanusiaan," sambungnya.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Alfi Dinilhaq

Bagikan Artikel: