Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Pangeran Saudi Tegas Beri Cap Ancaman pada Nuklir Iran karena...

Pangeran Saudi Tegas Beri Cap Ancaman pada Nuklir Iran karena... Kredit Foto: Unsplash/Sepehr Aleagha
Warta Ekonomi, Riyadh -

Menteri Luar Negeri Arab Saudi, Faisal bin Farhan Al Saud kembali menegaskan pernyataannya dengan menyebut, bahwa program nuklir sipil dan kemampuan pertahanan Republik Islam Iran sebagai ancaman bagi keamanan kawasan Asia Barat.

Menurut laporan Pars Today dan Tasnim News, pada Senin (8/2/2021) waktu setempat, Faisal juga meminta masyarakat internasional untuk bertindak agar mencegah Iran melanjutkan langkahnya.

Baca Juga: Reformasi Hukum Saudi Ala MBS, Rancangan Undang-Undang Seperti Apa?

Selain itu, dia juga menyebut, langkah Iran menurunkan komitmen JCPOA-nya, sesuai dengan pasal 26 dan 36 kesepakatan ini, sebagai pelanggaran nyata terhadap JCPOA. Karenanya, program nuklir sipil Iran bertentangan dengan perjanjian internasional.

Klaim itu dirilis Saudi, ketika Badan Energi Atom Internasional (IAEA) sampai saat ini justru telah berulang kali membenarkan, bahwa status damai aktivitas nuklir dan komitmen Iran di JCPOA.

Di saat yang sama, Wakil tetap Republik Islam Iran, Kazem Gharibabadi, pada organisasi internasional di Wina baru-baru ini di sidang Dewan Gubernur IAEA, justru juga mengisyaratkan terkuaknya sejumlah aktivitas nuklir rahasia Arab Saudi.

Dia pun meminta organisasi ini dan Dewan Gubernur meminta jaminan, agar Saudi mematuhi komitmennya di bawah perjanjian Safeguards.

Di sidang ini Kazem mengungkapkan kekhawatiran, Arab Saudi tidak menjalankan penuh perjanjian Safeguard, dengan tetap bungkamnya Saudi.

Kazem juga memperingatkan, bahwa sejarah tengah berulang dan Arab Saudi meniti jalan yang pernah dilalui oleh Israel, serta mencitrakan dirinya tidak memiliki keharusan untuk berkomitmen dengan perjanjian apapun, karena bukan anggota dari Traktat Non Proliferasi Nuklir (NPT).

JCPOA (Joint Comprehensive Plan of Action), juga dikenal dengan sebutan kesepakatan nuklir Iran, yaitu perjanjian mengenai program nuklir Iran yang disepakati di kota Wina pada 14 Juli 2015 oleh Iran, P5+1 (lima anggota tetap Dewan Keamanan PBB ditambah Jerman), dan Uni Eropa.

Berdasarkan perjanjian ini, Iran menyatakan kesediaannya memusnahkan cadangan uranium yang diperkaya dengan tingkat sedang, mengurangi 98% cadangan uranium yang diperkaya dengan tingkat rendah, dan mengurangi sekitar 2/3 jumlah pemusing gas yang dimilikinya selama 13 tahun.

Dalam waktu 15 tahun setelah perjanjian ini, Iran hanya boleh memperkaya uranium hingga 3,67%. Iran juga bersedia untuk tidak membangun reaktor air berat baru pada periode yang sama. Kegiatan pengayaan uranium hanya dibatasi di satu fasilitas yang memakai pemusing generasi pertama dalam kurun waktu 10 tahun.

Fasilitas lain akan dialihfungsikan untuk menghindari risiko pembuatan senjata nuklir. Untuk mengawasi dan memastikan Iran mematuhi perjanjian ini, International Atomic Energy Agency (IAEA) dapat mengunjungi fasilitas nuklir Iran secara berkala.

Sebagai gantinya, Iran menerima bantuan dari Amerika Serikat dan Uni Eropa, dan sanksi Dewan Keamanan PBB juga dapat dikurangi. Namun pada 8 Mei 2018, Presiden Trump mengumumkan bahwa Amerika Serikat akan keluar dari JCPOA.

Sementara perjanjian Safeguard atau International Atomic Energy Agency (IAEA) Safeguards (Pengamanan Badan Energi Atom Internasional, adalah sistem inspeksi dan verifikasi penggunaan bahan nuklir untuk tujuan damai, sebagai bagian dari Perjanjian Non-Proliferasi Nuklir (NPT), yang diawasi oleh Badan Energi Atom Internasional. 

Baca Juga: Imigrasi Depak WN Turki dari Bali gegara Sembunyikan Buronan

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Muhammad Syahrianto

Bagikan Artikel: