Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Selalu Berbeda Pandangan, Kudeta Bikin Etnis Di Myanmar Bersatu Lawan Junta Militer

Selalu Berbeda Pandangan, Kudeta Bikin Etnis Di Myanmar Bersatu Lawan Junta Militer Kredit Foto: CNN
Warta Ekonomi, Jakarta -

Kelompok etnis di Myanmar yang selama ini berbeda pan­dangan bersatu melawan kudeta militer di Myanmar.

Saw Mutu Saypho, pemimpin dari kelompok etnis bersen­jata, Persatuan Karen Nasional (KNU) meminta, kelompok lain­nya menyingkirkan perbedaan dan menjadikan junta militer musuh bersama.

Baca Juga: Junta Myanmar Bisa Dapat Mimpi Buruk, Ancaman Biden: Kami Bisa Blokir Sang Jenderal...

“Kita harus bekerja sama un­tuk bisa mengakhiri kediktatoran ini,” ujar Saypho, dikutip dari Channel News Asia, kemarin.

Kepada internal kelompoknya sendiri, Saypho mengimbau, untuk tidak menerima tawaran apapun dari junta militer. Hal itu menyikapi kabar pemimpin militer Myanmar, Jenderal Min Aung Hlaing, membagi-bagikan posisi di pemerintahan kepada pimpinan-pimpinan kelompok etnis demi mengamankan pengaruhnya.

Selain KNU, kelompok etnis yang juga menentang kudeta Myanmar adalah Pasukan Budha Karen Demokratik (DKBA). Pecahan dari KNU itu turut serta dalam unjuk rasa di Myanmar beberapa hari terakhir. Sambil membawa senapan, mereka ikut berhadapan dengan aparat yang mencoba memukul mundur pendemo.

Kelompok etnis yang ber­gabung melawan Junta Militer antara lain Pasukan Pembebasan Nasional Ta’ang (TNLA), Dew­an Restorasi Shan (RCSS), Ten­tara Arakan (AA), dan Pasukan Kemerdekaan Kachin (KIA).

“Semoga kediktatoran mi­liter di Myanmar jatuh,” ujar pemimpin TNLA di laman Fa­cebook-nya, sambil memberikan salam tiga jari, salam dari film Hunger Games yang menjadi simbol pemberontakan terhadap junta militer.

Selama ini, kelompok-kelom­pok etnis di Myanmar terpecah. Ada yang di utara, selatan, mau­pun wilayah lainnya tersing­kirkan oleh dominasi Buddhis Bamar yang menjadi mayoritas di Myanmar. Sebagai minoritas, kelompok-kelompok etnis mera­sa termarjinalkan dan ditekan.

Meski banyak dari mereka menganggap kepemimpinan Aung San Suu Kyi, sebelum dikudeta, gagal. Beberapa kelompok etnis juga ragu merapat ke kubu Min Aung Hlaing. Hal itu berkaitan dengan pembantaian kelompok minoritas Rohingya di Rakhine pada 2017. Hal itu diang­gap menjadi preseden buruk soal kepemimpinan militer. [DAY]

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Alfi Dinilhaq

Tag Terkait:

Bagikan Artikel: