Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Gara-Gara Ini, Sawit Jadi Sasaran Empuk Kampanye Hitam

Gara-Gara Ini, Sawit Jadi Sasaran Empuk Kampanye Hitam Kredit Foto: Antara/Wahdi Septiawan

Di dalam kawasan hutan legalitas pemanfaatan tanah ada melalui izin dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK). Sedangkan di luar kawasan hutan atau yang disebut dengan Area Peruntukan Lain (APL) administrasi dan penguasaan tanah menjadi kewenangan Badan Pertanahan Nasional (BPN).

Fakta ini berimplikasi pada munculnya berbagai aturan dan regulasi bidang pertanahan di dalam dan luar kawasan hutan, termasuk masalah kepastian hukum pengakuan penguasaan tanah oleh masyarakat, khususnya masyarakat adat yang telah lama bermukim di wilayah tersebut. 

“Padahal, sejak jaman belanda sudah ada pengakuan atas hak-hak pribumi, namanya Indonesisch bezitsrecht. Maknanya adalah bahwa hak atas tanah masyarakat pada jaman penjajahan diakui sebagai bagian dari hak azasi manusia,” kata Budi Mulyanto.

Budi juga menyarankan, ke depan perlu ada satu lembaga yang diberi otoritas untuk mengatur pemanfaatan tanah. Bentuknya bisa Lembaga, Kementerian atau Kemenko dengan otoritas penuh dari Presiden. Menurutnya, idealnya penyelesaian tata ruang dan batas kawasan hutan dilakukan dengan terlebih dulu mengeluarkan semua tanah yang telah memiliki legalitas.

Hal ini karena, hak atas tanah pada prinsipnya adalah bersifat final dan dalam prosesnya telah mengikuti ketentuan perundangan yang sudah ada dan pastinya melibatkan instansi pemerintahan terkait. Kebijakan ini perlu disepakati sebagai bentuk saling menghormati antara institusi pemerintahan dan masyarakat. 

“Selama ini, ego sektoral antara institusi pemerintahan mendominasi dan kerap menempatkan masyarakat termasuk pelaku usaha sebagai obyek kesalahan. Ke depan hal seperti ini harus dihindari,” kata Budi Mulyanto.

Halaman:

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Vicky Fadil

Bagikan Artikel: