Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Satu dari Empat Anak Stunting, BPOM Diminta Perketat Regulasi Kental Manis

Satu dari Empat Anak Stunting, BPOM Diminta Perketat Regulasi Kental Manis Kredit Foto: Sufri Yuliardi

PerBPOM No 31 tahun 2018, menurut Agus adalah masa depan anak-anak Indonesia. Sebaiknya semua pihak termasuk pemerintah dan swasta dalam hal ini produsen dan industri dapat menjalankan sebagaimana yang diamanatkan. 

“Jika ada yang menginginkan ditunda atau mengatakan perlu direvisi, ya itu adalah hanya untuk kepentingan industri,” pungkas Agus.

Hal senada disuarakan Ketua Majelis Kesehatan PP Aisyiyah, Dra Chairunnisa, MKes. Dia meminta BPOM harus benar-benar menegakkan sanksi kepada produsen Kental Manis pada April mendatang. Sebagai organisasi masyarakat yang peduli terhadap kesehatan bayi dan anak-anak, kata Chairunnisa, Aisyiyah akan terus memantaunya di lapangan. 

Memang kalau kita dilihat di beberapa outlet di supermarket sudah ada perubahan-perubahan, di mana Kental Manis ini tidak lagi ditempatkan di rak yang sama dengan produk susu. Tapi produsen itu tetap melakukan kegiatan-kegiatan yang terselubung yang membuat masyarakat akhirnya tetap memahami bahwa Kental manis itu adalah susu. 

“Itu yang memang menjadi tantangan kita dan BPOM perlu menegakkan sanksinya nanti,” ujar Aisyiyah.

Dia menegaskan ke depan BPOM harus betul-betul harus memonitor implementasi PerBPOM No 31 Tahun 2018 tentang Label Pangan Olahan, khususnya yang berkaitan dengan Kenal Manis di lapangan. Jadi bukan hanya sekedar tertulis tapi harus betul-betul dipantau di lapangan seperti apa. 

Menurutnya, BPOM juga perlu melibatkan berbagai sektor organisasi kemasyarakatan yang peduli terhadap kesehatan bayi dan anak-anak untuk mempercepat sosialisasi peraturan itu di masyarakat. Pihaknya merasa secara formal BPOM belum pernah melibatkan organisasi masyarakat untuk memantau langsung implementasi peraturan itu di lapangan. 

“BPOM juga perlu membuat iklan layanan masyarakat di media, poster, dan spanduk-spanduk untuk mensosialisasikan tentang peraturan itu agar lebih cepat dipahami  masyarakat. Itu perlu dilakukan mumpung masih ada waktu dua bulan lagi,” tukasnya. 

Senada dengan Aisyiyah, Ketua Bidang Kesehatan PP Muslimat NU, Erna Yulia Soefihara, memibta BPOM nantinya dapat bertindak tegas terhadap produsen kental manis yang tidak menjalankan aturan yang telah ditetapkan. Menurutnya peraturan itu harus ditegakkan dengan benar. Karena sekalinya kita memberi kelonggaran ke salah satu produsen Kental Manis yang melanggar, itu akan diikuti sama produsen yang lain. 

“Kita otomatis juga akan jalan di tempat dan tidak ada perubahan untuk menghentikan kecurangan-kecurangan yang telah mereka lakukan selama ini. Jadi BPOM dalam hal ini harus bersikap tegas dalam pengenaan sanksi itu. Tidak bisa mian-main karena ini menyangkut kesehatan bayi dan anak-anak kita,” ujar Erna Yulia Soefihara.

Sebelumnya, penelitian terbaru yang dilakukan Yayasan Abhipraya Insan Cendekia Indonesia (YAICI) bersama PP Aisyiyah dan PP Muslimat NU dengan responden 2.068 ibu yang memiliki anak usia 0 – 59 bulan atau 5 tahun tentang pola konsumsi dan persepsi susu kental manis di DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Timur, NTT, dan Maluku menemukan data 28,96% dari total responden mengatakan Kental Manis adalah susu pertumbuhan. Sebanyak 16,97% ibu yang menjadi responden mengaku memberikan kental manis untuk anak setiap hari.

Penelitian hasil survei menemukan sumber kesalahan persepsi, sebanyak 48% ibu mengakui mengetahui kental manis sebagai minuman untuk anak adalah dari media, baik TV, majalah/ koran dan sosial media. Sebanyak 16,5% responden mengatakan informasi tersebut didapat dari tenaga kesehatan. Temuan menarik lainnya adalah, kategori usia yang paling banyak mengkonsumsi kental manis adalah usia 3 – 4 tahun sebanyak 26,1%, lalu anak usia 2 – 3 tahun sebanyak 23,9%. Sementara konsumsi kental manis oleh anak usia 1 – 2 tahun sebanyak 9,5%, usia 4-5 tahun sebanyak 15,8% dan 6,9% anak usia 5 tahun mengkonsumsi kental manis sebagai minuman sehari-hari. Dihat dari kecukupan gizi, 13,4% anak yang mengkonsumsi kental manis mengalami gizi buruk, 26,7% berada pada kategori gizi kurang dan 35,2% adalah anak dengan gizi lebih.

Tak berbeda jauh dengan penelitian yang dilakukan YAICI, Aisyiyah dan PP Muslimat NU, Koalisi Perlindungan Kesehatan Masyarakat (KOPMAS) pun melakukan edukasi sekaligus pengumpulan fakta di masyarakat mengenai kebiasaan konsumsi kental manis pada balita. Hasilnya, disetiap wilayah sasaran selalu ditemukan balita yang mengkonsumsi kental manis sebagai pengganti ASI atau susu. 

Ketua bidang Advokasi KOPMAS, Rita Nurini mengatakan sejak awal tahun pihaknya telah kembali turun ke masyarakat guna mengawal pelaksanaan peraturan BPOM tentang kental manis. Sasarannya adalah daerah-daerah padat penduduk di sekitar Jabodetabek.

Halaman:

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Vicky Fadil

Bagikan Artikel: