Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Jaksa Agung ST Burhanuddin dan Penerawangan Spiritualis Nusantara dari Gunung Lawu

Jaksa Agung ST Burhanuddin dan Penerawangan Spiritualis Nusantara dari Gunung Lawu Kredit Foto: Sufri Yuliardi
Warta Ekonomi, Jakarta -

Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin sudah setahun lebih bertugas sejak menjabat mulai Oktober 2019. Beragam catatan mewarnai perjalanan tugasnya sebagai orang nomor satu di Korps Adhyaksa. Ada prestasi yang diukir, meski masih ada juga catatan kekurangan yang harus diperbaiki.

Catatan untuk kinerja Jaksa Agung datang dari berbagai kalangan dengan beragam perpsektif. Tak ketinggalan ada catatan dari seorang spiritualis nusantara, Kidung Tirto Suryo Kusumo.

Baca Juga: Disetujui Kepala Negara, Jaksa Agung Muda Bidang Pidana Militer

"Secara umum sudah on the right track berjalan sesuai jalurnya. Jangan ragu jalan lurus ke depan menerabas segala tantangan yang mengintai dari berbagai penjuru mata angin," kata Kidung Tirto di sela-sela prosesi ritual dan kontemplasinya di Gunung Lawu, Jawa Tengah, Selasa (2/3/2021).

Dia mengingatkan, para penjahat atau para begal akan melawan dengan berbagai cara atas tindakan bersih-bersih yang dijalankan Kejaksaan. Perlawanan para pelanggar hukum, kata dia, dilakukan dengan terbuka maupun lewat jalur-jalur pengecut yang membokong dari belakang.

Sosok Jaksa Agung, menurut Kidung, harus berbekal kepekaan yang tinggi selain pemahaman dan komitmen tinggi atas aturan hukum yang menjadi acuan keadilan di negara hukum ini. "Ini terkait dengan peran lembaga kejaksaan dalam proses penegakan hukum di Tanah Air, apakah suatu perkara akan dituntaskan atau tidak tergantung pada kejaksaan," ujar Kidung.

Tanpa mengurangi apresiasi pada peran lembaga penegak hukum lainnya, Kidung menandaskan bahwa peran Kejaksaan Agung sangat vital dalam upaya penegakan hukum dan pemberantasan korupsi di Tanah Air. Kejaksaan merupakan lembaga yang berwenang memutuskan perjalanan suatu perkara hukum. Sementara, beragam kasus-kasus penting yang mengancam laju pembangunan negara benar-benar harus dikawal sampai tuntas.

"Karena itu, sosok Jaksa Agung sebagai pemimpin lembaga ini harus memiliki keberanian, komitmen, dan mata hati yang tajam dalam menetapkan keputusan penting ini," kata Kidung Suryo.

Seperti diketahui, asas dominus litis menegaskan bahwa tidak ada badan lain yang berhak melakukan penuntutan selain Penuntut Umum yang bersifat absolut dan monopoli. Penuntut Umum menjadi satu-satunya lembaga yang memiliki dan memonopoli penuntutan dan penyelesaian perkara pidana. Hakim tak dapat meminta supaya perkara pidana yang terjadi diajukan kepadanya. Sosok hakim dalam penyelesaian perkara hanya bersifat pasif dan menunggu tuntutan dari penuntut umum.

Kidung melanjutkan, pengawalan kasus sampai tuntas oleh Jaksa Agung dan jajarannya ini terutama pada kasus-kasus yang menimbulkan kerugian besar terhadap negara. Jika kasus tak tuntas, agenda pemberantasan korupsi dan tekad mewujudkan Indonesia yang maju dan bersih akan melemah.

Namun di sisi lain, kata Kidung mengingatkan, Jaksa Agung juga dituntut untuk menimbang perasaan publik dan keadilan substansial pada masyarakat luas. Jika kasus-kasus kejahatan besar harus dituntaskan, jangan lupa ada kasus-kasus kecil di masyarakat yang menyentil rasa keadilan masyarakat dan itu menuntut empati keadilan dari kejaksaan.

Sebagai contoh jika ada kasus dugaan korupsi oleh pejabat dan kroninya dengan potensi kerugian besar, Kejaksaan harus mengawal dan menjerat dengan tuntutan maksimal. Namun, untuk kasus perselisihan anak dan orang tua, atau kasus pencurian kecil seorang nenek miskin misalnya, Kejaksaan tentu harus mendorong pada upaya penyelesaian yang bermartabat secara kekeluargaan.

"Memang tidak mudah jadi Jaksa Agung, di satu sisi harus keras dan berani, di sisi lain harus jadi sosok yang perasa," kata Kidung Tirto. "Semoga Jaksa Agung makin maju dan makin membuat Korps Adiyaksa berintegeritas. Salam sehat selalu untuk Indonesia maju, jangan lupa cuci tangan memakai masker, dan protokol kesehatan, jangan lupa bahagia."

Terkait peran kejaksaan yang vital dan unik ini, kata Kidung, Jaksa Agung dan jajarannya sebaiknya terus menengok referensi terdahulu untuk meneladani kebaikan-kebaikan yang sudah terpahat kuat.

Meneladani jejak rujukan masa lalu bahkan kalau perlu hingga pada referensi era kerajaan-kerajaan besar masa lampau. Misalnya pada era Kerajaan Majapahit, di mana banyak dhyaksa atau penegak hukum yang menjalankan tugasnya dengan arif dan tegas menjaga panji-panji keadilan.

Literatur sejarah menunjukkan bahwa istilah dhyaksa, adhyaksa, dan dharmadhyaksa berasal dari bahasa Sansekerta. Di era Kerajaan Majapahit, istilah itu mengcau pada posisi dan jabatan penting di kerajaan.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Puri Mei Setyaningrum

Bagikan Artikel: